22 Juni 2009

Untuk Ibu

Alhamdulillah telah sampai Bandung kembali, setelah satu minggu berada di kampung halaman suami Wonosobo yang asri.

Capek..sayah..? jelas itu..
Tapi capek atau sayah telah berubah menjadi suatu kebahagian tersendiri..
Karena pulangnya saya itu betul-betul saya niatin untuk bisa bantu-bantu persiapan pengajian untuk memperingati 40 hari wafatnya Ibu mertua.

Sediih..untuk pertamanya pulang kali ini tanpa adanya kehadiran Ibu di rumah..
Masih ada perasaan seakan-akan Ibu hanya lagi bepergian dan nanti akan pulang ke rumah, begitu diri ini duduk terdiam di pusara beliau, hanyut dalam doa dan kenangan-kenangan indah bersamanya. Barulah semua perasaan seakan-akan beliau akan pulang kembali ke rumah adalah suatu hal yang mustahil.


Oh Ibu... betapa air mata ini masih mengalir dan akan terus ada tuk mengalir ketika kenangan demi kenangan hadir di jiwa..
Kemarin di Wonosobo telah hilang keberadaan Ibu, ketika saya sibuk di dapur, tak ada lagi yang bertanya " Masak apa Lek..?".
Ibu dengan setia selalu menemani saya di dapur..
Dan akan segera menggantikan saya mengulek bumbu atau memarut kelapa karena Ibu tahu untuk hal yang dua ini saya suka keteteran..dan akan membuat Ibu tersenyum..karena saya termasuk Ibu muda jaman sekarang yang senengnya serba praktis..
Betapa Ibu memaklumi kelemahan saya...

Tak ada lagi kehadiran Ibu..
Yang selalu duduk setia di meja makan menemani Bapak untuk dahar..
Menemani anak-cucu sarapan..
Dan ketika Ibu duduk di meja makan akan segera saya buatkan segelas susu atau secangkir teh hijau..
Karena saya begitu memahami tiba saatnya tuk berganti, betapa tangan Ibu dulu repot mengaduk bergelas-gelas susu untuk putramu yang sekarang saya dampingi.

Sepii..
Dari teriakan-teriakan Ibu jika anak-anak pada berantem..
Dari suara panggilan Ibu jika kita hendak bepergian di acara perkumpulan keluarga yang mengingatkan kita untuk segera bersiap-siap.


Layu ..
Semua bunga-bunga yang Ibu tanam dan rawat menjadi ikut layu..
Sama seperti hati kami Ibu..
Layu karena kepergianmu..

Pilu..
Mengertinya saya akan betapa kesepiannya Bapak
Kehilangan sosok diri-mu Ibu..

Selesai mengaji Al-Qur'an beliau tunjukkan ke saya kalau Al-Qurannya adalah mas kawin Bapak untuk Ibu. Dan di Al-Quran itu masih tertulis jelas tanggal bulan dan tahun akad nikah Bapak dan Ibu.
Telah 45 tahun..bukan waktu yang sebentar..

Setiap ada kejadian maka akan megalirlah semua cerita dari beliau tentangmu Ibu..

Tentang untuk pertama kalinya Bapak dan Ibu bisa beli selimut, dan ke pasar bareng-bareng tapi waktu naik becak eh..malah terjungkal becaknya..
Saat beliau makan bakso mengalir lagi cerita dan kenangan dari beliau, pertama makan bakso bareng Ibu adalah waktu ke rumah sakit untuk periksa Ibu yang tidak sehat ginjalnya.
Terus..dan terus..saya rekam dan saya simpan di benak ini semua cerita yang terungkap dan selalu mengalir di setiap waktu dari beliau..
Dan saya lebih mengerti semua itu beliau ceritakan sambil di iringi canda dan tawa
hanyalah sebuah cara beliau menutupi kesedihan..

Rapuh..
Tidak hanya kami yang rapuh Ibu...

Jika dulu semasa Ibu ada belum sempat saya sampaikan..
Maka seiring hembusan nafas dan gelapnya malam ini saya hantarkan..
Setulus hati " Ibu adalah Ibu mertua yang terbaik yang hadir di kehidupan saya..yang telah ikhlas menerima saya sebagai menantu dengan segala kekurangan saya..
saya mengagumi dan mencintaimu Ibu..".



Bandung 22072009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar