23 Desember 2009

Maafkan daku ibu..

Ibu....

Melalui perantara cintanya ayah padamu
Allah menjadikan aku ada di dalam rahimmu...
Sejak detik itu
Hari demi hari kau lewati bersamaku
Kau selalu menyertaiku..
Segumpal darahku bertumbuh
Disertai desahan doa kasihmu..
Kau tak mau kehilanganku
Menginginkan semua yang terbaik untuk jalan hidupku...



Tak bisa kuingat ibu..

Bahagia dirimu karena kehadiranku di rahimmu
Kau kabarkan pada semua orang
Bahwa telah ada aku
Walau semenjak itu aku membuat tak enak makan minummu
Membuat mual dan lunglai seluruh tubuhmu

Tak bisa kuingat pula ibu...

Ketika ruh telah ditiupkan pada seonggok dagingku
Akupun mulai berulah di perutmu
Menyikut..menendang...berputar
membuatmu meringis menahan
lalu tak pernah lagi nyenyak tidurmu

Tak bisa kuingat ibu..

Bagaimana lelahnya dirimu
Karena keberadaanku di rahimmu
Yang semakin membuat perutmu membesar
Tak kau tinggalkan diriku barang sekejap
Justru belaian kasih tanganmu diperutmu
Nyanyian kalbumu
Ungkapkan cinta untukku

Ibu...

Wahnan 'alaa wahnin...
Kesusahan diatas kesusahan
Itu yang telah Allah gambarkan
Akan penderitaan
Selama keberadaanku yang malah nyaman dan damai
Dalam kehangatan rahimmu

Hingga sampailah ibu..rasa kesakitanmu saat melahirkan diriku...

Andai tak terlambat kuingat semua itu ..
Saat-saat diriku ada di rahimmu...
Takkan kubantah kata-katamu...
Tak kan kusakiti dirimu ibu...
Takkan kulukai hatimu..
Takkan kubiarkan air matamu mengalir karenaku...

Maafkan daku ibu..
.
Sayang sungguh sayang........

Dahsyatnya pengorbananmu

Baru bisa kuingat tatkala tumbuh janin di dalam rahimku..

Maafkan daku ibu...

Sayang teramat sayang....

Dahsyatnya keikhlasan cinta kasihmu

Baru bisa kuingat

Setelah kini

Aku menjadi ibu........





di ujung malam 22 desember 2009

** Ibu........ engkau penawar pedih hatiku....**

19 Desember 2009

Gadis Kecilku...



















(puisi Ayah)

Aku pikir baru kemarin …
Ketika sore-sore ibunya harus masuk ke kamar operasi di rumah bersalin itu
Untuk mengantarnya memulai helaan nafas pertamanya di dunia ini..

Aku pikir baru kemarin..
Membolak-balik buku nama-nama bayi, mencari kata yang paling indah dan tepat maknanya
Tetapi akhirnya nama pemberian kakeknya lah yang menjadi pilihan aku dan ibunya

Aku pikir baru kemarin..
Mengganti popok basahnya malam-malam karena ibunya tertidur karena telah terlalu lelah menjaganya
Lalu mendekatkannya ke buaian sang bunda untuk melanjutkan mimpinya yang entah apa isinya

Aku pikir baru kemarin…
Mengulangi untuk yang ketiga kali ritual keseharian bersama bayi mungil seperti dia
Dan menyaksikan lagi detik demi detik dia tumbuh besar dan pintar

Aku pikir baru kemarin…
Tetapi ternyata itu telah terjadi dan dimulai tepat empat tahun yang lalu di hari ini
Dan aku masih bersyukur bahwa sampai saat ini aku masih selalu berada di dekatnya
Untuk berbagi kasih sayang
Untuk berbagi cerita
Untuk menjadi tempat membenamkan tangisnya
Untuk membalas lambaian tangannya tatkala aku pergi bekerja
Untuk mendengar teriakan sapaannya ketika aku pulang bekerja
Untuk memeluk dan membelainya hingga ia tertidur
Untuk mengajarinya dekat denganNYA

Selamat Ulang Tahun gadis kecilku…
Ayah berjanji, doa dan kasih ini kan selalu ada untukmu

Hadiah untuk anakku...


Alhamdulillaah...selamat memasuki hari pertama di tahun hijriyyah ini...
Semoga kita bisa muhasabah/evaluasi, merenung dan selalu bertafakkur.........

Tak terasa kemarin putri terkecilku genap berusia 4 tahun.
Ketika mas dan mbaknya menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya, dia tidak mau. Katanya, "Adek belum ulang tahun sekalang, nanti kalo temen-temen adek dateng ke sini, nyanyi-nyanyi, tlus adek kasih kue itu baluu adek ulang tahun...."

Hehe...biasa anak kecil ya.. Karena sering melihat temannya yang ulang tahun di rayakan maka yang ada dalam bayangannya adalah ulang tahun harus rame mengundang teman-temannya. Padahal kami tidak begitu membiasakan anak-anak merayakan ultahnya, paling kita hanya buat syukuran sendiri ala kadarnya.

Bakda maghrib setelah selesai doa di awal tahun saya panjatkan, saya cium tengkuknya lembut seraya membisikkan doa untuknya, begitu ia membalas ciuman itu dengan senyum lembutnya yang akan selalu membuat matanya menyipit saya katakan padanya, "Ibu doain moga Adek jadi anak yang sholehah ya...."
"Kenapa syiih...kalo doanya ibu syama olang-olang ke Adek ..syukanya jadi anak solehah...jadi anak solehah gitu...!!??", tiba-tiba ia bertanya.
Subhaanallaah, tutur Adek membuat saya tertegun sejenak tak bisa untuk langsung menjabarkan panjang lebar tentang makna jadi anak sholehah. Betul-betul tutur kata tanya yang tak pernah saya duga.

Mungkin, hanya ini yang bisa ibu sampaikan nak, pesan ibu sebagai hadiah mu....,

Anak-ku...memang itu yang menjadi cita-cita ibu ketika kalian pun belum hadir di dalam rahim Ibu....
Anak-ku...tak ada cita-cita yang bisa ibu gantungkan pada Allah, selain ibu di anugerahi dzurriyyah dan keturunan yang senantiasa beramal sholeh ...
Anak-anak yang rajin mendirikan sholat, berhati baik, tidak pelit untuk berbagi senyum dan rizki, menebar manfaat dirinya untuk orang-orang yang berada di sekelilingnya......
Dengan bekal amal yang sholeh itulah kita berharap keridhaanNya sehingga kelak bisa berjumpa dengan Sang Maha Pencipta......

Walau kelak kabarnya itu bukanlah yang bisa di capai dengan mudah. Karena ada peristiwa yang akan kita lalui, ketika dunia ini hancur saat kiamat tiba lalu dibangkitkannya semua manusia yang ada di dalam kubur lalu di kumpulkanlah kita semua di padang Mahsyar, dalam keadaan telanjang dan matahari yang hanya beberapa jengkal di atas kepala.

Di yaumil hisab itu, hari dimana akan ada perhitungan dituntut pertanggung jawaban atas amal perbuatan, dan tak akan kita berpindah dari tempatnya pada hari itu hingga selesai kita dengan pertanyaan-pertanyaan.

Di tanya kita nak...
Tentang umur, kemana kita habiskan. Tentang ilmu, apa yang telah kita perbuat dengannya. Tentang harta, dari mana didapat dan kemana di belanjakan. Dan tentang kekuatan fisik apa yang telah diperbuat dengannya...( H.R. Tirmidzi dan Darimi )

Dan tahukah dikau nak..
Karena saking lamanya proses hari perhitungan itu sesuai dengan pertanggung jawaban akan perbuatan masing-masing, maka membuat sebagian orang ada yang berkata, " Sudahlah... karena banyaknya dosa yang telah kami perbuat di dunia, tolong...lemparkan saja secepatnya kami di neraka.."

Dan tahukah pula dikau nak..
Kalaulah sekarang di dunia ini Ibu bisa menemani kalian..
Membantu kalian menyisir rambut yang tak mampu kalian sisir sendiri..
Membantu mencarikan kerudung, pakaian atau barang yang kalian lupa meletakkannya..
Membuatkan segelas susu pada saat kalian rayu Ibu, kalau susu yang Ibu buatkan lebih enak rasanya dibanding jika kalian membuatnya sendiri..
Semampu Ibu membantu kalian belajar untuk menghadapi ujian sekolah..

Maka anak-ku..kala membayangkan besok di padang mahsyar
Dan ini yang membuat air mata Ibu menetes,di hari itu kita akan "terpisah" nak.......
Walau dihati ada rasa saling mengingat keluarga yang kita cinta, tapi kita tak bisa saling berjumpa.
Ibu tidak tahu dimana kalian...Ibu tak sanggup lagi membantu, karena kita nafsi nafsi.... sibuuuk sendiri-sendiri.....

Tapi ada secercah harapan untuk bahagia yang bisa kita raih nak...
Ketika sampai akan janjiNya Allah, Di surah Ar-Ra"ad ayat 22-24 :

"Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan sholat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik);

(Yaitu ) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya besama-sama dengan orang-orang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ketempat-tempat mereka dari semua pintu:

"(Sambil para malaikat itu mengucapkan ): "Salamun"alaikum bima shabartum, keselamatan untukmu karena kesabaranmu". Maka alangkah baiknya kesudahan itu...."

Ada lagi yang perlu kau ketahui nak...
Di dunia ini jika ada waktumu yang longgar, maka sibuklah untuk berusaha mendekat kepadaNya.
Untuk ini ibu minta maaf pada kalian jika begitu kerasnya ibu mendidik kalian untuk rajin solat. Karena solat adalah langkah awal yang menghantarkan kita menuju kesabaran.
Dan bukan karena kekayaan, ketampanan, kecantikan, kedudukan maupun kepandaian kita, tetapi karena kesabaran kita dalam beramal saleh tanpa berharap pujian manusia kecuali hanya berharap keridhaanNya semata itu pulalah penghantar kita kelak untuk bisa berkumpul lagi, bersama buyut-buyut kita, kakek nenek kita, bercengkrama, bersenda gurau di dalam surga 'Adn-Nya.........

Hasbiyallaahu wa ni'mal wakiil..
ni'mal maulaa wa ni'man-nashiir....

"Cukuplah Allah bagiku. Dan Dia-lah sebaik-baik yang menjamin,
sebaik-baik yang mengurus, dan sebaik-baik yang menolong."

Yaa Robbii Yaa 'Aalimal haal
ilaika wajjahtul-amaal...

" Wahai Tuhanku...Wahai yang Maha Mengetahui keadaan
Hanya padaMu hamba serahkan segala angan-angan...

Kasih sayang ibu untuk kalian
bersama Kasih SayangNya Sang Maha Pengasih diantara semua yang kasih.....


Bandung, 1 Muharam 1431 H/ 18 Desember 2009 M

15 November 2009

"Tergoda" rasa rindu

Masih di bulan dzulqaidah...

Undangan acara walimatu-assafar (perayaan syukuran untuk acara keberangkatan) dari tetangga dan teman yang akan menunaikan ibadah haji adalah agenda silaturrahim yang terus saya hadiri, sampai pada acara pelepasannya yang selalu diadakan di masjid ketika menjelang akhir keberangkatan. Menyaksikan dan mengikuti acara pelepasan tersebut telah membuat saya terpesona dan ada keharuan yang tak bisa saya sembunyikan. Terpesona karena betapa mereka telah terpilih untuk menjadi tamu-tamunya Allah di tanah suci, dan lebih terpesona lagi jika di antara mereka telah mendapat undangan sebagai tamunya Allah di usia yang masih sangat muda (ini salah satu yang selalu membuat saya iri ...). Terharu karena mereka telah membulatkan tekad untuk menunaikan rukun islam yang kelima demi kesempurnaan ibadah mereka sebagai hamba Allah, di iringi isak tangis dan peluk cium anak, keluarga, kerabat, sahabat dan tetangga mereka, pasrah meninggalkan harta benda dan anak-anak serta keluarga mereka, dan lebih terharu lagi karena selalu di hati ini ada rasa sedih dan pertanyaan, "Kapan tiba waktunya untuk saya, Yaa Allah..?"
Insya Allah dengan penuh keyaqinan akan KekuasaanNya Allah dan limpahan karuniaNya akan bisa saya panen hikmah dan keberkahan dari semua itu.

Bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji, menghadiri acara walimatussafar bisa sebagai sarana kesegaran keimanan, sedangkan bagi mereka yang belum, khususnya ya saya sendiri, acara walimatussafar di tambah dengan tausiyah-tausiyahnya yang kerapkali menceritakan bagaimana tata cara dan akhlak ketika seorang hamba menjadi tamunya Allah dan hakikat ibadah haji itu sesungguhnya, bukan hanya menambah kesegaran keimanan di jiwa, tapi terlebih dari itu, menambah membuncahnya kerinduan saya untuk bisa menunaikannya.



Rasanya terlalu sering saya dengar atau baca cerita-cerita mereka yang mendapatkan keajaiban-keajaiban kejadian pada saat melaksanakan ibadah haji. Tapi yang terkadang membuat miris juga adalah ketika adanya cerita-cerita bagaimana sifat kelakuan kita di keseharian akan di balas di sana dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga. Padahal kalau kita pikir kenapa Allah harus menghukum atas kelakuan buruk kita di sana? Toh sekarangpun, tanpa kita sadari, Allah dengan berbagai cara telah mengingatkan dan menegur kita atas kelakuan buruk kita tanpa harus ke tanah suci. Hanya kita terkadang yang tidak peka akan hal itu, sehingga cerita-cerita akibat perbuatan buruk kita sehari-hari akan mendapat balasan di sana jugalah mungkin yang kadang membuat mental sebagian kita maju mundur untuk memulai berniat menunaikan ibadah haji dengan berbagai alasan dan ujung sebenarnya sepertinya adalah kita belumlah siap secara mental, meskipun banyak diantara kita yang secara ekonomi bukan merupakan suatu kendala,

"Tanamkan niat di lubuk hati terdalam", menurut mereka yang telah menjalaninya adalah modal utama untuk bisa menjadi tamuNya Allah. Karena berapa banyak hal-hal yang tidak bisa di logikakan, seperti misalnya ada yang mereka ekonominaya pas-pasan, tapi jika sudah menjadi kehendakNya dengan melalui perantara dan cerita-cerita menarik, ternyata mereka bisa melaksanakan ibadah di tanah suci. Tapi tak bisa kita tepis pula adanya mereka yang secara logika biaya bukanlah halangan tapi tetap tidak ada kesempatan dan bahkan ada saja berbagai halangan yang menyebabkan mereka tertunda menikmati jamuan Allah sebagai tamuNya.

Sebagaimana dijelaskan oleh seorang sufi pada abad pertengahan Islam (1000-1250 m) asal Nishafur, Iran, Syaikh Abu Qasim Al-Qushairi, dalam kitabnya, Lathaif al-Isyarah, ( kutipan majalah al-Kisah edisi 24 / tahun VI / November 2008 ) ibadah haji laksana mengunjungi rumah seorang sahabat, bahkan kekasih. Tujuannya bukanlah rumah itu, melainkan pemilik rumah itu sendiri.

Maka dari semua itu...

Alangkah indahnya jika hati kita "tergoda" rasa rindu yang mendalam pada suasana religius dan mengharu kalbu, untuk bisa memandang Masjidil Haram.
Kemudian shalat langsung di depan megahnya bangunan ka'bah sebagai kiblat kaum muslimin di seluruh dunia dan berziarah ke makam Baginda Rasulullah SAW.
Alangkah indahnya jika kerinduan selalu mampu mengusik kalbu untuk bisa menjadi Dhuyufur Rahman, tamu Allah Yang Maha Pengasih.
Alangkah nikmatnya membayangkan dimana nanti saatnya kita telah berada di puncak rasa penghambaan pada Sang Ilahi.
Sehingga mempunyai kesempatan untuk bisa mengetuk pintu rumahNya seraya menyapaNya dengan terisak dan deraian air mata agar di perkenankan terbukanya pintu maghfiroh dan keridhoan-Nya

"LABBAIK....ALLAHUMMA LABBAIK....LABBAIK LAA SYARIILAKA LABBAIK.........INNAL- HAMDA , WAN NI'MATA, LAKA WAL MULKA , LAA SYARIIKA LAK. LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK...................""

Dengan Kasih dan Sayangnya Allah, bagi kita yang belum melaksanakan ibadah haji senantiasa berharap moga kita segera bisa menjadi tamuNya.....
Dan kepada keluarga, sahabat, sanak kerabat yang tengah menunaikan ibadah haji mudah-mudahan senantiasa diberi Allah kemudahan dan kesehatan sehingga menjadi haji yang mabrur..

Bandung, 24 Dzulqaidah 1430 H/ 12 November 2009 M

24 Oktober 2009

DIBALIK FENOMENA FACEBOOK




Memforward email berantai dari teman, tentang satu dari efek fenomena facebook :

------------------------------------------------------------------------------------
DIBALIK FENOMENA FACEBOOK

Ketika seorang celebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasi yang ditunggu-tunggu …’siapa calon bapak si jabang bayi?’
Ada khabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang celebrities yang belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur, berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya.
Wuiih……mungkin kita bisa berkata ya wajarlah artis, kehidupannya ya seperti itu, penuh sensasi.Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik.
Wuiiih……ternyata sekarang bukan hanya artis yang bisa seperti itu, sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang menikmati aktivitasnya apapun diketahui orang, dikomentarin orang bahkan mohon maaf ….’dilecehkan’ orang, dan herannya perasaan yang didapat adalah kesenangan.
Fenomena itu bernama facebook, setiap saat para facebooker meng update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentarin lainnya. Lupa atau sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa status facebook :
Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya…..?”——kemudian puluhan komen bermunculan dari lelaki dan perempuan, bahkan seorang lelaki temannya menuliskan “mau ditemanin? Dijamin puas deh…”
Seorang wanita lainnya menuliskan “ Bangun tidur, badan sakit semua, biasa….habis malam jumat ya begini…:” kemudian komen2 nakal bermunculan…
Ada yang menulis,
“ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi….”,
-kemudian komen2 pelecehan bermunculan.
Ada pula yang komen di wall temannya
“ eeeh ini si anu ya …., yang dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si itu….” —-lupa klu si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis.
Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya
“habis minum jamu nih…., ada yang mau menerima tantangan ?’
-langsung berpuluh2 komen datang.
Ada yang hanya menuliskan, “lagi bokek, kagak punya duit…”
Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur pake dalaman lagi nih” .
Dan ribuan status-status yang numpang beken dan pengin ada komen-komen dari lainnya.
Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita.
Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.
Seorang wanita dengan nada guyon mengomentarin foto yang baru sj di upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga memakai kaos dan celana pendek…..padahal sebagian besar yg didalam foto tersebut sudah berjilbab
Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita mantan kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal kini sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang.
Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang sekarang sudah berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan islami, foto saat dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan dengan ceria….
Rasanya hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai Allah…., yaitu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang sangat menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya. Ingatkah ketika Rasulullah bertanya pada Aisyah Radiyallahu Anha
“ Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka Istri tercinta, sang humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab “ Rasul, kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”. Rasul dengan senyum teduhnya berkata “baiklah Aisyah, aku berpuasa hari ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah rasulullah….
Ingatlah Abdurahman bin Auf Radiyallahu Anhu mengikuti Rasulullah berhijrah dari mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya, dan sebagian rumahnya, maka abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya pasar. Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan hidupnya. Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan seseorang, sebagaimana Rasulullah, bersabda,
“Malu itu sebahagian dari iman”. (Bukhari dan Muslim).
Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar buat kita umat Islam, hegemoni ‘kesenangan semu’ dan dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’ ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam facebook yang melindas semua tata krama tentang Malu, tentang menjaga Kehormatan Diri dan keluarga.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegaskan dengan sindiran keras kepada kita
“Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari).
Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa bersalah mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang tidak bermartabat yang semestinya dibuang saja atau disimpan rapat.
Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah kemudian ter inqilabiyah – tershibghoh, tercelup dan terwarnai cahaya ilahiyah, hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh senyuman, oleh orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.
Maka jagalah kehormatan diri, jangan tampakkan lagi aib-aib masa lalu, mudah-mudahan Allah menjaga aib-aib kita.
Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita, simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan ‘kesenangan’, ‘gurauan’ membuat Iffah kita luntur tak berbekas.

catatan :

***”Iffah (bisa berarti martabat/kehormatan) adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan upaya penjagaan diri ini. Iffah sendiri memiliki makna usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal, makruh dan tercela.”

Semoga kita dijauhi dari perbuatan yang menjauhkan kita dari ajaran Agama.Amin

Semoga Bermanfaat....

-------------------------------------------------------------------------------------

Begitulah isi email berantai itu. Bagaimana pendapat anda...???

18 Oktober 2009

Jalur Alternatif Garut-Kadungora-Cijapati-Bandung



Sudah sejak lama saya berkeinginan menjelajahi jalur alternative Garut-Kadungora-Cijapati-Majalaya-Bandung. Hal ini disamping memang kegemaran saya mencari jalur-jalur alternative baru di jalan yg biasa saya lalui, saya juga ingin mendapat solusi seandainya terjadi kemacetan panjang di jalur utama Nagreg karena saya paling tidak suka terjebak macet. Bagi saya lebih baik jalan lebih jauh dan memutar tetapi tetap berjalan dengan minimal kecepatan normal daripada tetap di jalur semula yang berjalan dengan merayap.
Jadi keinginan saya tersebut ternyata kesampaian ketika pulang balik dari mudik lebaran tahun ini. Sebelumnya saya telah mengumpulkan banyak informasi tersebut melalui internet. Dan informasi yang paling berperan adalah bagi saya citra satelit yang disediakan secara gratis oleh wikimapia.org dan google maps. Dari citra satelit tersebut saya memperoleh gambaran, meskipun sifatnya seperti datar wong dari angkasa, yang sebenarnya mengenai kondisi dan bentangan alam yang ada, sehingga saya bias mengira-ira jalur mana yang akan saya tempuh nanti , seberapa jauh, apa ancar-ancarnya dan sebagainya.
Begitulah, dalam perjalanan balik ke Bandung setelah mudik lebaran di jawa itu sejak awal memang sudah saya rencanakan untuk tidak melewati Ciawi, Malangbong dan Nagreg seperti umumnya, tetapi saya akan melewati jalur Ciamis-Tasikmalaya-Singaparna-Garut, kemudian lewat jalur alternative Kadungora-Cijapati. Saya berangkat dari kampong dini hari Minggu. Perjalanan sampai dengan Ciamis lancer padahal pada saat itu diperkirakan arus puncak balik terjadi. Kepadatan mulai terasa setelah Ciamis terlewati, karenanya saya merasa tepat mengambil langkah belok kiri menuju Tasikmalaya-Garut.
Dan kenyataanna jalur Tasik-Garut memang biasa keramaiannya sehingga saya bias berhenti sholat dhuhur di masjid besar Singaparna. Kemudian perjalanan dilanjutkan dan saya putuskan istirahat sebentar sekalian makan sore (karena untuk makan siang sudah terlambat) di suatu rumah makan di luar kota Garut. Setelah jam mennjukkan pkul setengah lima perjalananpun dilanjutkan.
Sesaat kemudian sampaiah kita di Kota Kadungora ,sebuah kota kecamatan yg berjarak sekitar 10 km setelah kota Garut. Dan setelah melompati rel kereta api saya sampai di sebuah pertigaan yang terpampang petunjuk arah jalur alterrnatif Cijapati. Kebetulan saat itu beberapa petugas polisi mengarahkan kendaraan pemudik untuk lebih baik melewati jalur Cijapati daripada Nagreg karena telah terjadi kemacetan di sana.
Segera saya belokkan stir ke kiri dan mengikuti jalan itu. Ada beberapa mobil di depan dan di belakang yg sedikit membuat saya nyaman karena ada teman. Jalannya mulus sekali dan tidak terlalu lebar sekitar 5 meteran tetapi juga tidak terlalu ramai. Rumah-rumah dan kampong masih berderet di sepanjang jalan. Kebetulan dari citra satelit dari Google Earth, ruas dari Kadungora sampai dengan perbatasan Kabupaten Bandung masih menggunakan citra resolusi rendah shingga saya tidak memperoleh gambaran sama sekali mengenai situasi jalan ini. Berbeda dengan ruas yang di Kab. Bandung telah disediakan citra resolusi tinggi sehingga saya sudah banyak mempelajari jalur tersebut sebelumnya.


Setelah melewati jalur rel kereta api (jalur rel KA Cibatu-Garut), jalan mulai menanjak dan terdapat sebuah pertigaan dengan pos polisi. Di pertigaan tersebut kita belok ke kanan dan ternyata di situlah awal mulanya tanjakan di jalur Cijapati yg sering saya dengar itu. Di beberapa titik mobil mengantri menaiki tanjakan itu karena memang lebar jalan yg sempit dan khawatir tidak cukup ada jarak bila mobil di depannya tidak kuat menanjak.
Kalau anda sudah pernah mengenal tanjakan ketika menuju kawasan Dieng Plateau di Jawa Tengah, maka ternyata jalur tanjakan CIjapati ini memiliki kemiripan, hanya ternyata jaraknya yang lebih panjang. Karenanya memang benar untuk melewati jalur ini, mobil kita harus benar-benar bagus kondisinya setidak-tidaknya memiliki tenaga cukup, kopling tak bermasalah, rem tangan yang berfungsi baik dan kondisi pendinginan mesin yang bagus.
Dan ketika kira-kira di pertengahan tanjakan itu saya melihat banyak orang berjalan kaki menyusuri tepi jalan. Saya pikir tadinya ada keramaian apa, tetapi setelah mencapai pundak tanjakan baru saya ketahui bahwa orang-orang yang berjalan tadi adalah para penumpang mobil angkutan umum atau angkutan pribadi sejenis carry pick-up, baik yang bak terbuka atau station wagon, yang rupanya harus menurunkan penumpangya terlebih dahulu agar kuat menaiki ruas tanjakan terakhir. Kasihan para penumpang itu ya, apalagi saya lihat beberapa diantaranya orang tua dan berbadan besar (gemuk).
Akhirnya sampai juga saya di ujung tanjakan itu. Berada di puncak jalur Cijapati menjelang matahari terbenam kemudian menjadi terasa menyenangkan karena pemandangan alam kea rah lembah Bandung menyajikan pemandangan senja yang indah. Selanjutnya jalur jalan terus menurun dengan landai ditingkahi dengan sekali-kali tanjakan pendek. Jalur berkelak-kelok banyak sekali sehingga kesempatan menyalip kendaraan di depannya sungguh sempit. Di kanan kiri jalan perkampungan penduduk sudah ramai bahkan di beberapa titik banyak terdapat warung-warung makan kecil lesehan seperti di jalur Tangkuban Perahu – Ciater. Jadi tidak sesepi yang saya bayangkan sebelumnya.
Ketika jalur telah lurus dan mendatar berarti sudah mendekati pertigaan Majalaya-Cicalengka. Dari petigaan tersebut kalau kita berbelok ke kiri berarti kita menuju Cicalengka dan bergabung lagi dengan jalur utama masuk kota Bandung sebelum Cileunyi. Sedangkan kalau berbelok ke kiri berate menuju kota Majalaya tetapi juga terdapat jalur alternative menuju kota Bandung tanpa harus melewati Cicalengka-Cileunyi. Dan saya memutuskan untuk mengambil belokan ke kiri meneruskan petualangan berikutnya melewati jalur alternatif Majalaya-Bandung……

16 Oktober 2009

Biarlah dianggap kuper dan tak tahu gosip terkini...


Ahhh..., rasanya lama sudah tidak berbagi cerita, padahal begitu banyak dikepala ini yang ingin saya pindahkan dalam tulisan.
Alhamdulillaah dan saya senantiasa berlindung pada Allah, semoga apa yang pernah saya tulis atau sekarang cerita yang akan saya tulis tidak di barengi dengan rasa kesombongan diri. Semua semata hanyalah berharap ridho Allah SWT.

Karena, terus terang, untuk kembali memulai menulis sekedar berbagi cerita, kadang muncul di dalam pikiran terngiang-ngiang ucapan ustazdah saya manakala saya sampaikan kepadanya bahwa saya di Facebook atau di blog suka menulis cerita untuk sekedar berbagi pengalaman. Ustadzah itu menanggapi dengan mengatakan bahwa dakwah yang baik itu memang ada yang melalui kisah yang penuh hikmah. Tapi lebih bagus jika ceritanya tidak menyangkut tentang diri sendiri, tapi cerita-cerita dari para orang-orang yang sholeh terdahulu, karena dikhawatirkan jika cerita yang di sampaikan itu tentang diri sendiri mungkin ada yang bisa menangkap hikmah dibaliknya, tapi bisa jadi ada sebagian yang menganggap itu sebagai suatu kesombongan saja.

Pernah hal yang mengganjal ini saya utarakan kepada salah satu teman saya, dan dia tetap memberi semangat pada saya untuk tetap menulis,
karena menurutnya justru sebenarnya ada hal-hal di sekitar kita sekarang yang justru bisa kita ambil hikmahnya, dan dia menyampaikan jika ada yang saya tulis nantinya berbau kesombongan maka teman-teman yang lain yang membaca bisa mengkritik atau menegur saya.
Dan memang itulah yang saya harapkan, kepada teman-teman untuk bersedia menegur jika di dalam tulisan-tulisan saya nantinya ada yang tidak berkenan di hati. Jauh di lubuk hati saya merasa sangat dhoiif, merasa lemah, untuk bisa dikategorikan atau layak untuk disebut apa yang saya tulis sebagai dakwah karena sayapun masih banyak kekurangan. Saya hanya ingin kita bisa sharing, saling berbagi dan saling mengingatkan agar bisa kita terus menerus berusaha memperbaiki kualitas diri.

Alhamdulillaah dan rasa terima kasih saya yang tak terkira atas support sebagian dari teman-teman khususnya bulik-bulik tersayang, yang ketika bertemu di liburan lebaran kemarin baru saya ketahui bahwa diantara berbagai kesibukan beliau-beliau telah berkenan menyempatkan membaca note-note yang saya tulis. Itu membuat saya merasa seakan-akan beliau-beliau menantikan tulisan-tulisan saya ( hehehe...ge-er juga nih akhirnya...tapi dikit kok...)

Mungkin cerita saya untuk kali ini juga bisa berkenan, walau agak tidak fresh tapi mungkin ada baiknya jika cerita ini saya tulis. Karena bisa dikatakan ini adalah rasa trauma saya yang merasakan guncangan gempa Tasikmalaya beberapa waktu lalu. Tapi trauma saya mungkin agak berbeda dari yang lainnya, sebelum terjadi gempa sore hari di bulan Ramadhan lalu, sekitar beberapa menit sebelum kejadian saya yang belum memulai aktivitas memasak untuk berbuka karena bisanya setelah sholat ashar baru saya akan ke dapur. Dan dikarenakan waktu yang agak luang menunggu ashar itu muncullah yang namanya hawa nafsu. Saya ingin sekali menonton TV dengan disertai kata hati, "Wah, sudah lamaaaa banget tidak lihat acara infotaiment di TV, kira kira berita gosipnya apa ya sekarang ini biar ga kuper-kuper amat".

Lalu tangan inipun langsung tanpa basa basi memencet tombol televisi dan mencari channel yang menayangkan acara infotaiment, tapi belum beberapa menit saya mengikuti acara tersebut saya gelisah dan berkatalah kata hati ini kembali (mungkin jika di imajinasi atau film anak-anak selalu digambarkan kata hati saya yang pertama mungkin bisa berbentuk setan yang berbaju hitam dan bertampang seram atau peri jahat yang bergaun hitam sebagai perlambang kata hati yang membisikkan untuk berbuat jahat, dan untuk kata hati satu lagi yang muncul adalah berbentuk malaikat yang berbaju putih dan tampan atau ibu peri cantik bergaun putih bersayap kupu-kupu yang suka membisikkan untuk berbuat baik, hehe.. ). Kata hati yang baik itu adalah, "Halah... kok puasa-puasa gini, bulan Ramadhan yang penuh berkah malah nonton acara gosip yang ga ada manfaatnya, kenapa ngisi waktu dengan hal yang sia-sia? Mending ngaji aja menunggu sampai waktu ashar tiba".

Dan Alhamdulillaah dengan membenarkan kata hati yang muncul belakangan ini saya spontan mematikan televisi dan langsung berwudlu, memakai kerudung, mengambil kitab suci Al-Quran dan mulailah saya membaca dengan perlahan, tapi baru dua ayat yang saya baca, tiba-tiba...drrrr.....!!! Plafon rumah bergemuruh seakan mau roboh . Sesaat saya hanya bisa menengadah dan mengira-ngira, "Ga biasanya ada kucing diatas plafon ya..." Tapi begitu pandangan saya alihkan ke lantai, Masyaa Allaah...lantai itu seperti bergelombang dan seketika sadarlah saya bahwa gempa, dengan sigap saya menggendong si kecil Adek yang sedang main di lantai dan berlari keluar..!!

Di jalan depan rumah semua tetangga telah keluar berkumpul sambil mengucap asma Allah. Setelah guncangan itu berlalu kami baru menyadari bahwa masing-masing dari kami mempunyai cerita sendiri-sendiri. Ada tetangga saya yang sedang masak lupa mematikan kompornya sehingga dengan penuh ketakutan harus masuk rumah lagi untuk mematikan kompor. Dan rata-rata dari mereka dikarenakan panik yang amat sangat sampai-sampai untuk membuka kunci pintupun menjadi suatu hal yang sulit (dan dalam hal ini sayapun termasuk beruntung juga karena pintu rumah saya jarang saya kunci bahkan selalu terbuka karena si Adek yang suka keluar masuk bermain). Ada juga yang lupa berkerudung bahkan hanya memakai celana pendek dan kaos seadanya karena tak terpikir apa-apa lagi yang penting lari keluar rumah. Ada yang malah sedang berhias memakai bedak karena mau pergi.

Ketika saya menyadari diri saya sendiri, hanya kata Alhamdulillaah dan syukur yang tak terhingga karena rupanya saya tidak hanya mendekap erat Adek dalam gendongan tapi Al-Quran yang sedang saya baca juga masih berada dalam dekapan erat di dada ini, Subhaanallaah. Saya hanya berandai-andai, misalkan gempa itu membuat bangunan rumah roboh lalu saya tertimpa dan meninggal mungkin secara kasat mata alangkah indahnya akhir hidup saya, walau pada hakikat sebenarnya bagaimanapun posisi akhir hidup kita semua Wallaahu a'lam bissawaab...

Sedikit guncangan akibat gempa yang dirasakan, tapi mampu mengguncang dahsyat rasa ketakutan dan meninggalkan rasa trauma jika hal itu nanti terulang. Sedangkan trauma diri saya sendiri bukan rasa takut jika gempa itu terjadi lagi dan membayangkan bisa jadi saya akan menjadi salah satu korbannya. Tapi yang membuat trauma justru sekarang saya seperti selalu diingatkan melalui apa yang terjadi sebelum kejadian gempa itu untuk selalu mengisi waktu dengan penuh kebaikan dan bukan hal yang sia-sia karena bencana ataupun maut bisa terjadi kapan saja, dimana saja, tanpa di duga sesuai kehendak dan aturanNya.

Menonton infotaiment lagi ??? Aduuhhh.. terus terang takuuuuttttt..... Biarlah dianggap kuper dan tak tahu gosip terkini...

Semoga saya bisa istiqomah dan tidak mudah terbujuk bisikan kata hati yang jelek lagi........


Bandung, 15102009

29 Agustus 2009

Kebahagian ketika waktu berbuka


Mengenang masa kecil di bulan Ramadhan rasanya semua dari kita pasti mempunyai cerita-cerita unik lucu. Dan jika di ulang untuk menceritakannya kembali, kita akan menceritakanya dengan bersemangat sambil teringat akan kejadian yang sekarang justru bikin kita tertawa geli sendiri. Atau bahkan karena mengenang masa kecil yang indah muncullah angan-angan kita andaikan bisa tuk sejenak kembali ke masa kecil dulu.

Begitupun saya, tidak hanya geli ketika terkenang masa kecil saya, khususnya masa kecil di bulan Ramadhan, tapi juga saya tak kuasa tuk menahan tawa jika suami bercerita tentang keusilannya di kala kanak-kanak di bulan Ramadhan ini. Dari yang berebutan menyembunyikan pukulan bedug dengan teman-temannya sehingga harus saling balapan siapa duluan datang ke musholla. Lalu kain sarung yang berubah fungsi ketika tarawih usai karena diisi bermacam-macam takjilan yang tersedia, walaupun akhirnya tidak semua dari takjilan itu sanggup untuk di makan (he..he..ada-ada saja…maklum nafsu anak kecil ). Dan sepertinya tidak beda dengan saya sendiri waktu kecil dulu, yang sebelum berbuka semua aneka makanan telah siap di depan mata dengan duduk manis bersila sambil menghitung jarum jam, kira-kira berapa lama lagi bedug maghrib atau bunyi sirine tanda berbuka akan terdengar. Dan lucunya, di musholla dekat rumah setiap menjelang berbuka selalu memperdengarkan siaran langsung dari Masjid Agung Palembang lewat stasiun RRI, berupa tilawah Al-Quran. Maka tidaklah heran jika waktu itu saya begitu khusyu’ mendengarkannya dengan pandangan mata yang tak pernah lepas dari hidangan makanan berbuka. Khusyu’nya saya bukan karena saya menghayati bacaan Al-Qur’an itu. Tetapi, karena satu hal saja, yaitu menunggu saat sang Qori’ (pembaca Al-Quran)nya sampai pada bacaan, ”Shodaqallaahul a’zhiim.....” ha..ha..ha... Karena inilah tanda akhir dari segala perjuangan setelah menahan lapar dan haus seharian penuh. Dan bikin saya tersenyum sendiri jika mengingatnya adalah, ketika saya satu waktu terkecoh dengan alunan sang Qori’ yang makin lama iramanya makin pelan dan saya sudah menduga akan bacaannya yang telah sampai di penghujung, ya Shodaqalllahul a’zhiim tadi, maka makananpun telah siap di tangan tinggal menunggu hitungan detik untuk segera masuk ke dalam mulut. Tapi olala rupanya sang Qori masih meneruskan lantunan ayat suci kembali dengan alunan irama tilawahnya yang meningkat .....uuuhh...hahaha....

Masih banyak kenangan lainnya untuk di ceritakan kembali yang saya rasa bakalan tak akan ada habisnya.

Tapi yang paling berkesan dari saat-saat Ramadhan ketika kecil (dan Alhamdulillah, untuk sekarang saya bisa terapkan kepada anak-anak) adalah bagaimana ibu dan ayah saya yang tidak pernah memaksakan saya dan saudara-saudara saya untuk berpuasa. Pun tidak marah jika kami tidak kuat satu hari penuh berpuasa dan terpaksa berbuka di saat adzan zhuhur. Juga tidak menjanjikan atau memberikan hadiah kalaupun kami bisa sukses puasa satu hari penuh. Jika tidak puasa ataupun batal di tengah puasa dengan macam-macam alasan ala anak kecil, yang tidak kuat laparlah , hauslah atau bahkan kadang mengaku pusing, maka hanya ada satu peraturan yang harus di taati, yaitu kalau tidak berpuasa tidak boleh ikut-ikutan makan jika waktunya berbuka. Mendekati orang yang lagi berbuka juga tidak boleh apalagi untuk ikut menikmati hidangan berbuka. Kadang serasa menjadi anak tiri, mau merengek, merayu bahkan menangis sekalipun dengan alasan hanya ingin mencicipi saja, yang namanya Nenek, Ibu atau Ayah kompak tidak akan memberikan kelonggaran. Kata mereka, jika tidak puasa dan mengganggu orang yang berbuka kelak di akhirat kepalanya akan penuh dengan ulat......hhiii...seram....
Nanti setelah semua selesai berbuka barulah kita yang tidak puasa boleh makan aneka jajanan yang sudah tinggal sisa-sisa. Bayangin, betapa engga enaknya jika kami tidak berpuasa, karena justru di saat berbuka itulah saat yang asyik untuk rebutan bahkan bisa memilih-milih mana yang akan di makan duluan, yang seringkali belum berhenti kalau belum kenyang.

Setelah saya bisa menalar, cara mendidik Ayah dan Ibu juga Nenek agar kami punya semangat juang puasa sampai maghrib sepertinya cukup sederhana namun punya makna yang luar biasa. Karena motivasi kami untuk kuat berpuasa hanya satu, biar bisa ikut bareng menyantap hidangan buka di saat adzan maghrib tiba. Maka baru tersadarlah saya memanglah saat buka adalah saat yang paling bahagia apalagi untuk ukuran usia anak-anak yang rasanya puasa itu adalah suatu perjuangan yang berat untuk menahan lapar dan haus seharian penuh, malah kadang tambah tidak kuat lagi kalau melihat godaan temannya yang makan karena tidak puasa.

Tidak hanya ketika kanak-kanak kebahagian berbuka itu saya rasakan. Bahkan sampai sekarang pun rasa itu tetap ada. Cerita bisa berubah ketika saatnya saya mendapat dispensasi dari hukum agama boleh tidak berpuasa di karenakan tamu bulanan (biasa...ibu-ibu..he..he..). Maka di waktu maghrib kala menemani anak-anak dan suami berbuka saya kok jadi hampa ya..ada rasa satu kebahagiaan yang hilang di saat itu.

Jadi yang dapat saya simpulkan, begitu sederhana orang tua saya menanamkan kepada anak-anaknya bahwa kami harus sanggup puasa bukan karena termotivasi hadiah ataupun pujian atau karena ancaman. Tapi mereka menumbuhkan di jiwa anak-anaknya, yang pertama, bahwa kalau puasa maka akan merasakan kenikmatan berbuka. Dan jika tidak sanggup puasa terima konsekwensinya dengan tidak boleh mengganggu orang yang lagi berbuka. Dan yang kedua, puasa itu semata untuk Allah dan bukan karena sesuatu hadiah yang telah di janjikan oleh orang tua.

Di dalam salah satu hadist qudsi Allah berfirman:
“”Setiap amal anak adam adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.
Bagi mereka yang berpuasa ada dua kebahagian yang mereka peroleh, kebahagian ketika waktu berbuka dan kebahagian ketika berjumpa Tuhannya””
( HR. Imam Buchori dan Imam Ahmad )

Bermacam-macam cara orang tua kita dahulu melatih anak-anaknya menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dan apapun caranya serta bagaimana pejuangan kita di dalam Ramadhan sehinga menjadi terlatih berpuasa telah membekas di hati kita masing-masing dan selalu indah untuk di kenang. Sekarang giliran kita ingin Ramadhan sebagai bulan yang paling berkesan untuk putra-putri kita kenang.

Alhamdulillaah…terima kasih telah menyempatkan membaca cerita saya yang mungkin cukup panjang ini, semoga berkenan. Alhamdulillaah wa syukrulillaah kita telah melangkah pada hari ke ke delapan di bulan Ramadhan ini dari sepuluh hari yang dijanjikan penuh dengan rahmat Allah. Untuk selanjutnya mudah-mudahan kita bisa terus memasuki sepuluh hari di tahapan kedua yang penuh dengan maghfiroh/ampunan Allah dan Insya Allah kita bisa sampai tahapan di penghujung Ramadhan di mana saat-saat itu di jauhkannya kita dari api neraka Amiin..amiin..Ya Robbal A’lamiin…

26 Agustus 2009

Lambaian Tangan Bunda


Sepulangnya saya dari rumah seorang teman, muncul rasa iri di hati ini.
Pun ketika kemarin menjemput seorang teman untuk sama-sama pergi ke masjid, kembali di hati ini singgah rasa iri.
Tapi semogalah Allah memaklumi akan rasa iri yang tiba-tiba saja hadir di relung hati.

Bagaimana tidak iri diri ini, waktu main kerumah teman yang di rumahnya sedang kedatangan ibu mertuanya dari kota Demak.
Bagaimana tidak iri, karena tak akan lagi saya rasakan kedatangan ibu mertua yang biasanya datang untuk menengok kami anak cucunya.
Bagaimana tidak iri, saat bahagia tak lagi akan kami rasakan ketika anak-anak menjadi senang, apalagi si Adek, si bungsu, yang biasanya langsung spontan berteriak kegirangan sambil melompat-lompat jika di beri tahu kalau Uti (begitu dia memanggil simbah putrinya, Ibu mertua saya) mau datang ke Bandung. “ Hoye..Uti mau daten!! Hoye..hoye..", begitu teriakan cadelnya. Padahal Uti belum pun datang dan itu hanya baru kabar yang terdengar oleh mereka.

Dan iri itu hadir kembali di hati manakala kemarin menjemput seorang teman untuk sama-sama berangkat ke masjid . Karena di rumahnya sedang ada ibunya yang telah beberapa hari datang dari Bogor.
Tatkala kami pamit dan teman saya itu mencium tangan ibunya, begitupun saya ikut pamit dan mencium tangan beliau, tidak hanya iri tapi juga ada rasa perih dan sedih di hati ini. Apalagi pas kami hendak keluar pagar beliau melambaikan tangannya kepada kami.

Ah..…ya…’lambaian tangan’ yang tulus seorang ibu…
Yang dulu serasa biasa saja dan tak ada artinya.
Tapi sekarang di saat tidak ada lagi Bunda dan Ibu, lambaian tangan ibu teman saya tersebut mampu membuat air mata ini menetes tanpa di sangka…

Dan sekilas hadir kenangan akan lambaian terakhir Bunda di bandara, dulu sewaktu kami akan pindah dari Palembang ke pulau Jogja. Saat itu beliau mencium saya dan si sulung kami yang waktu itu baru berusia satu tahun sambil menangis terisak seakan-akan tidak akan berjumpa kembali. Sempat saya tertegun dan berkatalah hati ini, “Ibu..kok menangis seperti itu ya..kan kami pindah tidak lama cuma satu setengah tahun dan akan pulang ke Palembang lagi, karena suami hanya tugas belajar bukan pindah dinas..”

Tetapi....ternyata memang itulah ciuman dan lambaian Bunda yang terakhir…………….

Dan tidak beda dengan ibu mertua saya, yang akan selalu setia berdiri di teras depan rumah untuk menghantarkan kami anak cucunya ketika kami akan kembali pulang jika telah selesai berlibur. Lambaian tangannya masih terus membayang di jiwa dan beliau tidak akan masuk kedalam rumah sebelum mobil yang kami tumpangi hilang dari pandangannya.

Sekarang cukuplah bagi saya untuk terus mengenang dan menahan kerinduan akan lambaian tangan ibu yang setia mengiringi setiap kami hendak pergi.
Sekarang cukuplah juga bagi saya untuk bisa menitipkan pesan kepada teman –teman saya tersebut untuk memuliakan dan mengasihi ibu mereka yang masih di karuniakan Allah kesehatan dan kesempatan untuk datang menengok anak cucunya.
Dan juga rasakan dengan sepenuh hati dan segenap cinta setiap melihat lambaian tangan yang tulus dari mereka.

Memanglah akan terasa sangat beharganya seseorang jika ia telah tidak bisa lagi hadir di tengah-tengah kita, jika ia telah tiada.
Sebagaimana yang saya rasakan, betapa baru terasa indah, begitu berarti dan beharganya lambaian tangan seorang ibu kala melihat lambaian itu dari ibu teman saya setelah tidak mungkin lagi saya akan melihat lambaian tangan tulus penuh kasih dari ibu sendiri dan pun dari ibu mertua…………..



Bandung, Ramadhan 1430 H

21 Agustus 2009

Botram

“Bu…., kita botram yukk…”, itu ajakan tetangga saya, saat awal-awal tinggal di kota Bandung. Ajakan tersebut spontan membuat saya bertanya, “Botram…? Apaan tuh..?”.
“Gini Bu…Ibu masak apa gitu, saya yang nyambel dan sedia lalap, nanti yang lain juga kebagian masak apa, trus kita makan bareng-bareng...”. Itu penjelasannya.
“O…makan bareng itu botram namanya kalau di sini, saya kira apaan..”. Karena, kebetulan juga saya tidak bisa temukan artinya ketika membuka kamus bahasa Sunda.

Sudah dua hari ini menjelang Ramadhan acara saya adalah botram. Dari kumpul bareng ibu-ibu majlis ta’lim, ibu-ibu penunggu anak sekolah, sampai dengan antar tetangga . Bertambah repot dan sibuk juga lo, karena harus mikir dan menyiapkan masak apa kira-kira yang pantas. Dan lagi tidak bisa langsung makan, seperti misalnya kita janjian sama teman untuk makan di restoran.

Lucunya ketika botram karena semua yang ikut menyumbang atau membawa makanan sendiri-sendiri, maka sudah jadi kebiasaan pula di antara kita tidak bakalan makan masakannya sendiri tapi yang di incer pasti masakan tetangga, karena merasa masakan tetangga lebih enak. Ya, mungkin seperti pepatah bilang ‘rumput tetangga lebih hijau dari rumput rumah sendiri’, maka di botram mungkin bisa di ganti dengan ‘masakan tetangga lebih enak dari masakan sendiri’, ha..ha..ha.. mengarang dikit….

Walau tambah repot dan sibuk di dapur tapi saya amat sangat menikmatinya. Saya amat bersyukur bisa tahu dan merasakan keberadaan acara botram ini. Dan yang pasti di balik acara tersebut ada makna yang besar akan ikatan tali silaturrahmi dan berbagi ilmu tentang masakan.

Ada anggapan, “Alaah.. yang namanya ibu-ibu kalau ada acara ngumpul paling-paling isinya ngegosip melulu”. Ah, mungkin jangan suudzon (berprasangka buruk) dulu dong sama kita-kita yang kerjaannya hanya ibu rumah tangga dan senengnya kumpul-kumpul ( ha..ha..membela diri ceritanya), walau itu tudingan yang wajar dan sudah jadi rahasia umum. Tapi engga kok... bener deh ! Di acara botram kita, para ibu rumah tangga itu tidak ada yang namanya gosip. Yang ada kita saling melempar canda juga bercerita seputar bagaimana cara memasak menu yang baru saat itu kami tahu setelah saling cicip-mencicipi. Dan jadi tahulah kita apa saja bumbu-bumbu rahasianya. Maka, Alhamdulillah, bertambahlah koleksi menu masakan tanpa repot-repot membaca resep di majalah.

Oya, ada lagi, khusus tetangga yang tidak suka masak, biasanya dapat jatah pilihan yang gampang, yaitu membawa buah-buahan untuk pencuci mulut atau kerupuk atau nasi. Dan lebih serunya lagi kalau sudah selesai kita akan beres-beres dan cuci piring bareng. Untuk cuci piring barengnya bukan botram lagi namanya. Kira-kira apa ya namanya? Ah, untuk yang ini saya tidak mau ngarang lagi, takut…, soalnya menyangkut nyariosna tiang Sunda euy …ha..ha..ha..

Ya, baru di Bandung ini saya mengetahui cara pengungkapan suka cita menyambut awal Ramadhan (awal Ramadhan menurut kamus bahasa Sunda di sebut juga dengan istilah ‘munggah’) melalui acara botram itu, yang juga sekaligus sebagai ajang untuk saling berkumpul memberi dan meminta maaf. Ah, Indonesia ini memang kaya akan bahasa dan adat kebudayaan. Beruntung rasanya saya, karena memiliki suami yang berpindah-pindah tugas kerja, maka menjadi banyak teman, mengalami banyak rangkaian cerita, mendapat berjuta kenangan dan kaya akan pengalaman. Walau terkadang kasihan juga melihat anak-anak yang harus pindah-pindah sekolah dan harus bisa beradaptasi dengan suasana dan lingkungan yang berubah-berubah pula. Tapi saya hanya bisa berpikir positif, mudah-mudahan anak-anak saya juga dapat mengambil hikmah atas semua pengalaman dan keprihatinan mereka yang harus ikut boyong sana-sini.

Dan acara botram menyambut munggah itu akan jadi perbendaharaan kenangan dan pegalaman yang akan terus melekat di hati.

05 Agustus 2009

Kedatangan Mbah Kakung

Si Adek masih sakit Alhamdulillah walaupun sakit Adek tidak rewel, malah dia lebih banyak diam jadi tidak ceriwis dan rumah terasa sepi dari celotehannya untuk beberapa hari ini.
Kalau Ayah Mas Aufa dan Mbak Wawa sudah lumayan sehat tinggal batuk-batuknya saja nih yang kayaknya masih bertahan, karena yang namanya batuk sepertinya awet dan susah untuk sembuh dengan cepat.

Beberapa hari yang lalu Mbah Kakungnya Anak-anak mengabarkan akan ke Jakarta dalam rangka menghadiri akad nikah salah satu putri dari temannya Mbah Kakung, dan Insya Allah pulangnya Mbah Kakung akan mampir ke Bandung.

Si Adek yang karena sakitnya menjadi tidak nafsu makan, tapi ketika di bujuk untuk makan dengan kata-kata " Ayo..Adek maem..biar cepet sehat besok kan Mbah kakung mau ke rumah Adek" Maka Alhamdulillah bujukan itu rupanya sangat jitu karena si Adek langsung makan apa saja yang di suapin oleh Ibunya, sepertinya kabar kedatangan Mbah Kakung sudah merupakan penyemangat dia dan obat mujarab biar cepat sembuh.

Si Adek memang cucu yang lumayan dekat dengan Mbah Kakung dan Mbah Utinya, dikarenakan lebih dari dua tahun kami tinggal di rumah Si Mbah ( kota Wonosobo), sedangkan Ayahnya anak-anak hidup sebagai anak kos menjalani tugas belajar di kota yogya, PJKA kalau istilahnya Pulangnya Jumat Kembali ke kos-kos-an Ahad he..he... Maka dari itu sangat bisa dimaklumi jika Adek menjadi dekat dan terjadilah ikatan batin yang kuat antara Adek terutama dengan Almarhumah Mbah Utinya. Masih saya ingat betul masa-masa Adek pertama bisa tengkurap kemudian merangkak dan belajar duduk kemudian di tetah belajar berjalan atau apapun kepintaran yang baru di pertunjukkan oleh Adek maka semua menjadi hiburan dan kegembiraan Mbah kakung dan Mbah Uti, bahkan Mbah uti juga paling rajin bernyanyi-nyanyi untuk Adek sambil berkata " Nek ana cah cilik neng omah atine seneng.. rame omah-e Uti jadine isa nyanyi-nyanyi terus eh..." Allaah Robbi... kenangan yang teramat manis.

Pernah juga ketika Uti sakit dan harus opname di Rumah Sakit besoknya Adek juga sakit, sedangkan saat itu Ayah tidak bisa menemani dan harus balik ke Yogya karena jadwal kuliah yang tidak bisa di tingalkan, padahal sekitar jam sebelas malam Adek mengalami kejang dan melalui pertolongan tetangga yang kebetulan seorang bidan menganjurkan Adek harus segera dibawa ke rumah sakit karena takut menyerang syarafnya, dengan di antar tetangga sepanjang perjalanan didalam mobil saya hanya bisa menciumi Adek yang lemah dan terdiam seraya doa yang tiada henti “ Ya Allah saya masih ingin merawatnya saya masih ingin mendidiknya …mohon beri saya kesempatan…”

Malam itu kami menuju Rumah sakit yang sama dimana Mbah Uti sedang di rawat, dan dengan perlahan tetangga yang mengantar memasuki kamar Mbah Uti dan rupanya Mbah kakung memang belum tidur, sehingga begitu mendapat kabar Mbah Kakung secara perlahan-lahan menjaga Mbah Uti yang lagi tertidur agar tidak terbangun segera menuju ruang UGD dimana Adek sedang di tangani oleh beberapa perawat dan dokter jaga. Hati saya tadinya panik sedih ditambah suami yang jauh maka di saat seperti inilah kehadiran Mbah Kakung yang tanpa jeda melafadzkan doa-doa untuk si Adek seketika membuat hati ini nyaman aman dan merasa tidak ada lagi yang perlu di sedihkan.

Alhamdulillah…setiap episode kehidupan memanglah anugerah yang selalu penuh makna dan hikmah…

Kalaupun sekarang ceritanya Si Adek yang sakit dan kembali sehat dan pulih dengan cepatnya semua juga tak terlepas berkat izin dan karunia Allah melalui perantara bahagianya si Adek karena kedatangan Mbah Kakungnya……

02 Agustus 2009

Lagu yang di nyanyiin Adek...

Ini kisah si pohon kecil
Tumbuh ditengah padang yang indah
Rimbun daunnya menaungi
Semua sahabat yang ada di dalamnya

Di bawahnya kita bermain
Bercanda bersama
Dibawahnya kita belajar
Berbagi kasih Allah

Tulus kasih
Engkau memberi
Semua yang ada di diri mu
Pohon kecil ajari kami
Berbagi kebaikan seperti diri mu


Di atas adalah teks syair lagu kegemaran Adek, tadinya Adek walau engga ada yang ngajari tapi pinter juga nyanyiin lagu orang gede, biasa.. ikut-ikutan kakak-kakaknya. Sampai suatu saat di tv menayangkan Kak Seto yang membahas dampak psikologis jika anak kecil menyanyikan lagu orang dewasa, Adek yang ikut nonton bersama saya seakan-akan ikut ngerti dan sejak saat itu jika mendengar Mas atau Mbaknya menyanyikan lagu-lagu orang dewasa dengan gayanya yang kayak orang tua ia akan menyela " Ndak boleh nyanyi lagu itu...nanti di malah syama Kak Seto.." he..he..
Jadi jangan heran jika pagi hari yang terdengar dari rumah kita hanya lagu anak-anak, persis seperti taman kanak-kanak dan sayapun mengerjakan pekerjaan rumah tangga engga akan terasa karena di iringi lagu-lagu kegemaran Adek.
Dan karena itu kita rajin berburu kaset lagu anak-anak dan senengnya lagi kaset lagu anak-anak yang lama masih ada yang menjual lumayan Adek jadi punya banyak pilihan mana yang mau di dengerin.

01 Agustus 2009

Perpajakan dalam Jual Beli Tanah (2)


Membeli sebuah rumah atau tanah, apalagi untuk yang pertama kali, atau sebagai investasi, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, kecermatan dan kehati-hatian. Hal ini tentu disebabkan karena disamping nilainya yang pasti tidak murah tentunya, bahkan kalo perlu ditebus dengan keprihatinan bertahun-tahun bagi yang mengambil kredit perbankan, tetapi yang lebih utama adalah bahwa aspek hukum dan perpajakan atas suatu peralihan kepemilikan tanah dan bangunan adalah hal yang tidak bisa diabaikan. Salah-salah maunya berinvestasi atau memulai suatu babak kehidupan di rumah sendiri, eh, malah tersandung dengan masalah hukum mapupun perpajakan yang bisa-bisa sampe membuat semuanya berantakan.

Nah, dari tulisan saya yang kemaren tentang kisah pak Banu yang mendapat masalah perpajakan pada waktu membeli rumah barunya, di sini saya dengan kompetensi, pengalaman dan aksesibilitas yang saya miliki, akan mencoba mengenalkan aspek perpajakan yang harus kita ketahui apabila kita akan membeli suatu rumah atau tanah (selanjutnya kita sebut saja properti). Tetapi saya tidak akan membahas atau bahkan tidak mencantumkan aturan atau dasar hukum yang berkaitan, tetapi terlebih pada sisi pratik yang umumnya ditemui sesuai dengan kegiatan pekerjaan saya sehari-hari ataupun dari pengalaman2 orang lain yang bisa saya rekam.

Bahasan ini mencakup dengan apa yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan kemudian tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Kedua jenis pajak inilah yang harus kita kenal apabila kita memperoleh hak kepemilikan atas suatu tanah dan bangunan, baik dari jual beli, hibah, waris, lelang dsb.

1. PBB
PBB merupakan salah satu pajak pusat yang pengelolaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan, disamping Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Bea Materai dan lainnya. Jadi meskipun seluruh pendapatan dari PBB menjadi pendapatan asli daerah (PAD) tetapi PBB belum dikelola oleh Pemda. Ditjen Pajak dalam hal ini KPP sebagai unit terkecilnya melaksanakan sepenuhnya pengelolaan PBB mulai dari pendataan, penilaian, penetapan, maupun pelayanan wajib pajak. Tetapi dalam hal tertentu KPP akan bekerja sama dan berkoordinasi dengan Pemda, misalnya penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tidak Kena Pajak, Analisis NJOP tanah dan bangunan, penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB kepada wajib pajak dan beberapa kegiatan lainnya.

Pengertian dan ketentuan mengenai PBB dari sisi dasar hukum, bisa dipelajari dari Undang-undang no.12 tahun 1985 jo Undang-undang No.12 tahun 1994 di situs2 perpajakan lainnya. Tetapi yang ingin saya sampaikan di sini adalah prinsip utama bahwa setiap bidang tanah di wilayah negara kita ini adalah obyek pajak PBB. Jadi seharusnya setiap jengkal tanah memiliki identitas perpajakan di KPP yang membawahi wilayah tersebut. Identitas perpajakan inilah yang akan menjadi pijakan bagi KPP dalam melakukan analisis dan pengambilan keputusan atas seluruh masalah perpajakan berkaitan dengan tanah tersebut.

Karenanya sebelum kita membuat keputusan untuk membeli suatu properti, harus benar-benar kita pastikan bahwa PROPERTI TERSEBUT TELAH MEMILIKI IDENTITAS PERPAJAKAN, yang artinya telah terdaftar sebagai objek pajak PBB di KPP. Kepastian ini diperlukan karena pada saatnya identitas perpajakan dan data mengenai objek dan subjek pajak atas properti itu menjadi alat bagi KPP membuat keputusan perpajakan atasnya.

Identitas perpajakan suatu properti ditunjukkan oleh telah adanya SPPT PBB yang diterbitkan oleh KPP atas properti tersebut. SPPT PBB adalah lembar pemberitahuan yang berisi data ringkas mengenai no. identitas perpajakan yang disebut dengan Nomor Objek Pajak (NOP), data obyek pajak, data subyek pajak dan data ketetapan PBB yang ditagihkan pada suatu tahun pajak. Setiap properti memiliki nomor objek pajak yang unik, artinya tidak mungkin suatu properti memiliki 2 atau lebih nomor objek pajak, atau setiap properti hanya terdaftar sekali saja di basis data PBB secara nasional, lalu yang mengalami pemutakhiran adalah data mengenai obyek dan subyek pajaknya.

Secara teoritis seluruh properti di Indonesia ini telah terdaftar dan memiliki NOP. Hanya karena begitu banyaknya objek pajak yang dikelola (+/- 8 juta objek pajak), maka bisa terjadi ada properti yang belum terdaftar sebagai objek pajak, utamanya di wilayah2 pedesaan, pinggiran kota atau daerah terpencil lainnya.

Oleh sebab itu meskipun atas properti yang akan kita beli telah diperlihatkan kepada kita SPPT PBB atas properti itu oleh si calon penjual, sangat disarankan untuk melakukan pengecekan kevalidannya di KPP yang bersangkutan. Karena tidak tertutup kemungkinan adanya lembar SPPT aspal yang dibuat oleh oknum dan bukan secara resmi diterbitkan oleh KPP, seperti pengalaman buruk Pak Banu di tulisan kemarin. Kalau tidak memiliki waktu ke KPP untuk mengeceknya, konfirmasi dapat dilakukan melalui telepon ke KPP ybs atau cara yang lebih singkat lagi adalah pengecekan melalui ATM yang menerima pembayaran PBB (ATM BCA, Danamon dll.). Caranya adalah dengan mengikuti menu pembayaran PBB sehingga akan terlihat di layar nama wajib pajak dan besarnya ketetapan dari NOP yang dientry-kan pada saat konfirmasi sebelum pembayaran, kemudian dicocokkan dengan yang tertera pada lembar SPPT. Apabila terdapat perbedaan meskipun hanya sedikit, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ke KPP.

Karena tulisan ini sudah terlalu panjang, saya cukupkan dulu, lain kali saya sambung lagi. Salam...

ketika aufa mau sakit...

Minggu ini betul-betul luar biasa nikmat Allah untuk keluarga kami dan rasanya baru ini kali terjadi. Di mulai dari si Mas Aufa yang sudah tidak enak badan di hari Jum’at minggu kemarin. Disusul Ayah yang merasa mulai tidak enak badan juga dua hari kemudian sehingga tidak bisa berangkat ke kantor dan harus istirahat dirumah. Baru saja Ayah mulai enakan menyusul Mbak Wawa dan akhirnya si Adekpun kebagian juga sehingga kita berangkat ke dokter secara massal, sekalian. Kalau menurut Ayahnya sih, acara periksa ke dokter sebagai sarana sedekah dan kalo udah gitu dia selalu bilang “Ayo ayo..sedekah ke dokter ..”. Abis, kasihan sama dokter dong kalau pasiennya tidak ada, karena biaya sekolahnya saja kan sudah mahal. He..he..maaf becanda…

Alhamdulillah, ditengah merawat Ayahnya juga anak-anak hanya satu pinta saya padaNya, mudah-mudahan saya di beri kesehatan dan tidak ikut tertular virus penyakit yang benar-benar dahsyat serangannya di musim pancaroba cuaca seperti sekarang ini.

Dan yang menjadikan saya harus lebih banyak bersyukur adalah ketika Mas yang pertama tertimpa sakit. Gimana tidak harus lebih banyak bersyukur, karena sewaktu dia pulang sekolah di hari Jumat itu rupanya di dalam angkutan umum dia sudah mulai merasa tidak enak badan. Dan begitu sampai rumahpun dia belum mengeluh pusing ataupun tidak enak badan. Hanya saja ketika saya melihat tas sekolahnya yang sobek dibagian bawahnya seperti habis terseret membuat saya langsung membuka tasnya buku apa saja yang dibawanya sampai-sampai tasnya diseret dan sobek sedemikian rupa.

Ternyata hari itu pambagian buku palajaran beberapa paket dan satu bukunya lumayan cukup tebal. “Tasnya ini keberatan banget ya Mas sampai diseret-seret..? Kok engga naik ojek aja..?”, itu yang saya tanyakan dan memaklumi kalau dia merasa kecapekan dan berat.“Iya Bu..tadi Mas dibagi buku paket tebel-tebel lagi..jadi berat bangeet terus pas nyampe depan rumah Bune Mas rasanya mau tertidur jadi Mas berhenti dulu di depan bune istirahat”. Rumah Bune adalah rumah tetangga yang berada di paling belakang komplek perumahan kami yang dilewatinya setiap jalan pulang sekolah lewat pintu tembus belakang komplek.
Masyaa Allaah..!! Langsung saya raba keningnya dan ternyata panas sekali suhu tubuhnya. “Ya Allaah, Mas tuh demam nak…Makanya Mas bukannya kayak mau tidur itu namanya mau pingsan…Lain kali kalau kecapekan atau ngerasa engga enak badannya naik ojek aja ya..!”. Jawabannya tambah membuat miris hati ini, “Kalau naik ojek udah lima ribu kan . sayang duitnya Bu..”

Sore harinya saya ceritakan semua pada Ayahnya dan kami pada suatu kesimpulan, bahwa betapa si Mas yang dirumah kadang kolokannya minta ampun dan lebih sering banget membuat jengkel Ayah dan Ibunya sehingga Ayah dan Ibunya harus super sabar, apalagi kalau sakit seperti sekarang ini bertambah-tambah alemannya (kolokannya), tapi Alhamdulillah, begitu dihadapkan kepada situasi yang membuat dia harus prihatin dan kuat ternyata dia bisa serta mampu melewatinya . Membayangkan bagaimana dia terseok-seok dengan kondisi tubuh yang mulai tidak sehat sambil menyeret tasnya yang berat untuk bisa sampai dirumah membuat saya hanya bisa trenyuh dan syukur tiada terhingga kehadiratNya, semua yang dialaminya tidak terlepas dari pertolongan Allah semata.

Dan terhamparlah suatu harapan padanya semoga kejadian ini tidak hanya menjadi kenangan baginya tapi juga Insya Allaah dapat menjadikan dia kelak sebagai insan yang kuat dan tidak mudah menyerah didalam menghadapi tantangan hidup di dunia ini. Amiin Yaa Robbal A’lamiin….

29 Juli 2009

Perpajakan dalam Jual Beli Tanah


Seorang teman bercerita, sudaranya, sebut saja pak Banu, membeli sebuah rumah di suatu komplek perumahan model townhouse. Jual beli telah selesai dilakukan 2 tahun yang lalu dan Pak Banu pun telah memegang sertifikat hak milik atas rumah tersebut. Tetapi yang membuat resah Pak Banu adalah sampai dengan sekarang dia tak pernah menerima lembar penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau yang dikenal dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB atas nama dirinya. Kebetulan pada saat membeli pada developer tidak termasuk pengurusan balik nama PBB.

Maka pak Banu lalu pergi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Dia berkonsultasi dengan petugas di sana dan disarankan untuk mengajukan pendaftaran baru PBB. Dia pun lalu mengajukan permohonan pendaftaran baru tersebut dan melampirkan dengan persyaratan2 yang diminta yaitu fotokopi sertifikat, fotokopi akta jual beli, fotokopi PBB induk atas nama pengembang dan fotokopi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB BPHTB) atau yang dikenal umum sebagai pajak pembelian.

Seminggu kemudian pak Banu menerima surat dari KPP, yang menyatakan bahwa dari berkas permohonan pendaftaran baru PBB diketahui bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran BPHTB saat pembelian rumah tersebut yang nilainya mencapai 12 jutaan rupiah. Pak Banu kaget, lalu segera ke KPP untuk meminta penjelasan.

Oleh petugas pemroses berkas, pak Banu dijelaskan bahwa BPHTB yang dibayar menggunakan dasar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tidak benar. Sementara SPPT PBB induk atas nama pengembang yang disertakan ternyata SPPT aspal alias tidak terdaftar di KPP. Menurut perhitungan berdasarkan NJOP yang sebenarnya nilai BPHTB yang seharusnya dibayar masih kurang 12an juta rupiah. Tidak ada jalan lain pak Banu harus tetap membayar sejumlah yang ditentukan. Saat itulah pak Banu mengakui kalau pada saat membeli rumah tersebut dia tidak memperhatikan aspek-aspek perpajakan yang timbul karena semuanya diurus oleh pihak pengembang. Dia hanya bisa menyesali kecerobohan yang harus ditanggungnya karena untuk menuntut pengembang tidak mungkin dilakukan karena perusahaan itu telah bubar.

Nah, dari cerita di atas menjadi pelajaran bagi kita bahwa kita harus berhati-hati dan memperhatikan dengan cermat aspek perpajakan kalau kita melakukan penjualan atau pembelian atas tanah dan bangunan. Fenomena sekarang yang terjadi adalah seringnya kita menyerahkan sepenuhnya urusan itu kepada pihak lain karena kita tidak mau repot berurusan dengan birokasi yang ada di KPP. Padahal hal itu salah besar. Dengan adanya reorganisasi di Ditjen Pajak maka KPP yang ada sekarang adalah KPP yang berusaha memberikan yang terbaik dalam pelayanan kepada wajib pajak. Dan yang penting tidak satupun dalam pengurusan perpajakan di KPP dipungut biaya.

Jadi, jangan lagi segan dan ragu untuk berkonsultasi bahkan mengurus sendiri aspek perpajakan atas jual beli tanah dan bangunan kita ke KPP. Lebih baik kita agak repot di awal daripada menyesal di kemudian hari. Untuk tulisan mendatang Insya Allah akan saya sampaikan aspek-aspek perpajakan berkaitan dengan jual beli tanah dan bangunan.

28 Juli 2009

Puisinya Wawa

Ada rasa bangga ketika dia memberikan puisinya kepada saya,tapi ada juga terbersit rasa malu akan isi puisi yang dia persembahkan untuk saya, karena rasanya aib terbesar saya tidak Ia lukiskan lewat puisinya.

Terdorong oleh rasa malu dan saya ingat betapa saya terkadang galak kepadanya maka bertanyalah saya kepada Wawa " Kok Ibu yang suka marah-marah engga Mbak Wawa tulis di puisi ...?" Jawaban Wawa yang singkat padat penuh makna sekaligus bikin Ibunya hhhaaa legaaa.." Memang Ibu baek..kalo Ibu suka marah-marah itu kan karena Wawa yang salah.."

Alhamdulillaah...
Dan mudah-mudahan Mbak Wawa bisa mengingat kenangan yang baik saja tentang ibunya, dan kerasnya saya mendidiknya semua karena saya ingin dia menjadi anak yang kuat tidak mudah kecewa dan tidak mudah berputus asa..

26 Juli 2009

IBU (sebuah puisi karya Wawa)


IBU

Ibu...
kau adalah seorang yang sangat kucintai

kau selalu mengurusku

kau juga bekerja tanpa putus asa


Ibu...

betapa mulianya ibu

kau selalu bekerja tanpa lelah

aku cinta ibu...


Minggu, 04 Mei 2009

Farwa Mausali R.

Pergi Berlibur (karya Wawa)


Waktu itu kami sekeluarga berlibur ke ruah Nenek. Nenek dan Kakek tinggalnya berada di Jawa Tengah (Jateng). Aku senang sekali karena di sana ada sepupuku yang bernama sama denganku. Dia itu baik sekali. Tetapi kadang dia juga membuatku kesal. Tetapi walaupun sepupuku mengesalkan tetapi aku tetap senang. Lain kali aku akan ke rumah Nenek dan Kakek.

Ditulis hari kamis, tanggal 07 Mei 2009.

Farwa Mausali Rifki

Naga yang Mengamuk. 1 ....(karya Aufa)


Suatu hari orang- orang ribut di Kerajaan Sebrang. Ratu yang sangat baik hati itu melahirkan seekor naga. Naga itu dinamakan Pangeran Naga Sari.
Ketika pangeran sudah kanak-kanak ia disuruh ratu untuk keluar istana mencari pengalaman. Ratu menyuruh beberapa prngawal untuk menemaninya. ketika pangeran keluar dari istana, pangeran dihina-hina, dicaci maki dan di olok-olok. Pangeran sangat sedih, lalu ia menyuruh pengawalnya membawa ia pulang ke istana.
Malam itu pangeran sudah merencanakan untuk keluardari istana
ia langsung terbang dengan sayap kecil bawarna merah. Pangeran berhenti
di hutan. Ia bersembunyi di dalam gua yang gelap. Ia bertapa agar ia bisa menjadi manusia.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. 20 tahun tak terasa. Berita pangeran hilang masih ada. Berita bahwa pangeran hilang membuat sang ratu masih berduka. Sang pangeran yang sedang bertapa menjadi sebesar istana didatangi dewi yang cantik jelita. Ia terbawa oleh doa pertapaan pangeran. Pangeran terkejut sekali
dewi itu bertanya pada pangeran, “mengapa engkau bertapa?”. Pangeran pun menjawab, “Karena aku ingin menjadi manusia”. Dewi itu bertanya lagi pada pangeran, “Mengapa engkau ingin menjadi manusia ?” Pangeran pun menjawab, “Karena aku bosan mendengar olok-olokan rakyatku”. “Baiklah aku akan mengabulkan keinginanmu“, jawab Dewi. Pangeran sangat senag mendengarnya. Tapi Dewi melanjut kan perkataanya, ”Tapi jika kamu marah maka kamu akan jadi naga lagi“. Pangeran pun setuju. Dewi itu mengucapkan mantra. Seketika ia menjadi manusia . Pangeran bersorak kegirangan.
Ketika Pangeran telah menjadi manusia, Pangeran pergi ke kota untuk bekerja. Pangeran menjadi tukang roti. Ia menjadi saudagar yang kaya raya tetapi tidak sombong.
Suatu hari pangeran berburu di hutan. Ketika itu ada seorang perempuan cantik yang dikejar –kejer oleh pasukan tetangga. Pangeran bertanya pada gadis itu, “Siapakah gerangan ini?” “Saya adalah putri Ratu Sebrang. Saya bosan hidup di dalam istana. Setelah itu saya kabur dan pergi ke luar istana“. (bersambung)

22 Juli 2009

Si Sulungku telah Mulai Memasuki Masa Remajanya...


Alhamdulillah, si Sulung saya telah menjalani hari-harinya sebagai murid baru di salah satu SMP negeri di kota tempat kami tinggal walau karena masalah teknis yang tidak saya pahami, dia dan teman-temannya sesama murid baru masih berseragam SD dengan putih merahnya ke sekolahnya. he..he.. Padahal rasanya rada ngga sabar juga lihat dia memakai seragam putih birunya karena pastinya jadi akan kelihatan kalau dia itu sudah ABG, anak baru gede.

Ada satu cerita menarik dari si Sulung saya ini sewaktu dia duduk di kelas 4 SD ketika kita masih tinggal di kampung halaman ayahnya karena si Ayah sedang tugas belajar. Dia bersekolah di sekolah madrasah ibtidaiyah (MI), yang dulu juga merupakan sekolah dasar ayahnya. Di MI ini para murid di beri mata pelajaran yang benar-benar komplit dari segi pelajaran agamanya, salah satunya adalah pelajaran Fiqih (ilmu tentang petunjuk dan tuntunan hukum dalam beribadah).

Suatu hari ketika pulang sekolah, dia sampaikan kepada saya apa yang telah diajarkan Pak Ahmadi, guru fiqihnya. Dan agak terkaget-kaget juga saya dengan apa yang di sampaikannya, “Bu….kata Pak Ahmadi tadi kalau anak perempuan masa akil balignya tandanya itu nanti keluar darah haid, terus kalau anak laki-laki tandanya nanti mimpi basah dan keluar air maninya, terus suaranya juga jadi berubah, tumbuh kumis dan bulu yang lainnya, gitu kata pak Ahmadi....”. Masa akil balig adalah masa dimana seseorang telah sampai kewajiban hukum syara’/beribadah.

Saya agak terkaget-kaget karena tidak menyangka pelajaran seperti itu telah sampai kepadanya. Lalu saya tanyakan lebih lanjut bagaimana penjelasan gurunya, “Kata pak Ahmadi mimpi basah itu gimana Mas..?”. Dia dengan santai dan soknya menjelaskan, “Duh… Ibu belum tahu ya…. Mimpi basah itu Mas nanti tidur terus mimpi. Nah.. dimimpinya itu Mas ketemu cewek cantik terus keluar air maninya”.

He.he..maaf mungkin sedikit terdengar tidak enak ya..tapi tak ada salahnya cerita ini saya sampaikan. Karena jika sekarang baru diributkan pentingnya pendidikan seks pada anak-anak, maka sebenarnya dalam agama Islam melalui pelajaran Fiqih itu hal tersebut ternyata sudah ada. Sehingga anak-anak sudah mengerti disaat mereka telah sampai kepada usia akil balig atau secara medis telah terjadi perubahan hormon antara anak laki-laki dan perempuan serta dampak dari perubahan tersebut.

Yang jadi renungan saya sekarang adalah sekarang si Sulung saya hampir memasuki masa remajanya dan mungkin sebentar lagi apa yang pernah dijelaskan oleh gurunya sewaktu kelas 4 SD yang lalu itu akan terjadi padanya. Uniknya, bahkan dia sendiri pernah dengan polosnya bertanya-tanya, “Bu..kok Mas belum mimpi basah ya..?”. He..he.. “Mas..mas, gimana mau mimpi basah… Pergi sekolah aja belum bisa ganteng. Dari baju yang ngga bisa rapi, belum lagi rambut yang kalau ngga di ingetin untuk di sisir ya ngga di sisir-sisir. Nanti deh kalau Mas sudah naksir cewek terus ngerti gaya lalu ngacaa… terus, nah… baru deh Mas mimpi basah..”. Itulah jawaban saya akan pertanyaannya.

Ya…yang terpikir oleh saya bukanlah kecemasan-kecemasan akan perubahan hormon dan dampaknya ketika dia memasuki usia ABG ini. Tapi adalah ketika dia telah memasuki fase kehidupannya itu, sudah cukupkah saya dan ayahnya memberikan bekal yang kuat untuknya. Karena dia telah terkena kewajiban atas hukum syara’yang mana jika dia beribadah dan berbuat kesalahan itu sudah menjadi tanggung jawabnya sendiri. Dan otomatis ia pun sudah mempunyai buku amalan sendiri, dan adalah dua malaikat Rokib dan ‘Atid di sisinya yang senantiasa siap mencatat di dalamnya amal perbuatan sekecil apapun, baik amal baiknya maupun buruknya.

Karena sayapun menyadari bahwa masih kurang banyaknya saya dan ayahnya memberi bekal bagaimana seharusnya dia menjadi hamba yang mengabdi kepada Ilahi disetiap fase kehidupan yang Insya Allah akan dilewatinyanya. Dan adalah kami sebagai orang tuanya jelas dan pasti tetap akan diminta pertanggung jawaban kelak olehNya yang telah menitipkan dia sebagai amanah kepada kami.

Meski banyak doa-doa yang bisa kita mohonkan kepadanya dan sesuai kemampuan kita masing-masing karena adalah Allah Maha Bijaksana, tapi hanya doa inilah yang senantiasa ada di hati saya dan tanpa bosan saya mintakan kepada Ilahi Robbi, doa yang telah saya ucapkan ketika mereka masih berada dialam rahim saya. Terkadang tidak hanya saya sertakan di dalam doa saya ketika selesai sholat, tapi lebih sering saya panjatkan ketika mencium dan memandang wajahnya dan wajah adik-adiknya disaat mereka tengah terlelap tidur dan terbuai dialam mimpinya…..

Saya berdoa,

Allaahummahfazhum, wa thowwil umrahum, wa shohhih jasadahum, wa hassin akh
laaqohum, wa afshih lisaanahum, wa ahsin shoutahum, li qirooatil hadist wal qur’an, bibarokati Muhammadin shollallaahu alaihi wasallam…

“Ya Allah, hamba mohon tolong jaga mereka, panjangkan usia mereka untuk kelak mereka menjadi manusia yang bermanfaat. Dan sehatkan mereka serta baguskan juga akhlak dan budi pekerti mereka. Fasihkanlah lidah dan baguskan suara mereka untuk membaca hadist dan Qur’an melalui keberkahan dari Nabi-Mu, Muhammad Shollallahu alaihi wasallam..”

Tenang……… dan selalu damailah hati saya, mengiringi langkah-langkah mereka. Karena saya yakin akan selalu ada ALLAH yang dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang tak pernah tertidur untuk menjaga dan memberikan petunjuk bagi hambaNya kepada jalan yang benar…

19 Juli 2009

Bahwa seharusnya Ibu lebih istimewa bagi si Adek....

Alhamdulillah akhirnya bisa menyelakan waktu buat bagi-bagi cerita nih..
Betul-betul harus pintar memilih situasi yang bener-bener aman untuk bisa menulis, pernah salah satu temen bertanya, “Kok kalo nulis sukanya malam-malam, apa ngga di ganggu sama ayahnya anak-anak..?”. Ha..ha.., diganggu sih diganggu tapi kan ngga tiap malam. Lagian kalo ayahnya kan bisalah diajak kompromi. he..he..…(sensorr …huss!!! Dilarang mikir ngeres ya..).

Justru memang malamlah waktu yang paling aman bagi saya disaat anak-anak sudah bobo dengan nyenyaknya, terutama si kecil Adek. Habis si Adek ini nih yang seakan-akan tidak rela jika ibunya berlama-lama didepan layar komputer. Jangan coba-coba bisa dengan tenang duduk di depan layar komputer di siang hari atau malam hari ketika dia belum tertidur karena selalu ada saja iklan dari si Adek ini. Minta di pangku lah, mau main game lah, meski saya berusaha mengalihkan dia dengan berbagai kesibukan tetap saja ada alasannya. Lucunya jika dialihkan dengan menyetel film favoritnya di TV, belum lama nonton sendirian si Adek akan kembali mendekat dan bilang, “Ayo Mama... nonton syama Adek.. fiyemnya bagus tuh…”. Ha..ha.. pinter merayu ibunya juga si Adek. Ketika saya jawab, “Nanti ya dek.. Ibu nanggung nih..”, dia akan menjauh dan kembali asyik nonton. Tapi itupun tidak akan berlangsung lama karena dia lagi-lagi akan balik lagi mendekat merayu ibunya untuk menemaninya nonton. Pun ketika dialihkan untuk menulis atau menggambar maka Adek ada lagi cara untuk merayu ibunya. Katanya, “Ayo Mama…., Mama kan jadi bu guyuunyaa…”. Ha..ha..tapi terkadang inipun bisa saya tolak dengan alasan, “Nanti ya Dek..bentaaar lagi ..”. Atau jika di alihkan main masak-masakan maka dia akan sibuk mengantarkan ibunya dengan piring yang diisi aneka macam mainan kecil-kecil lainnya yang menurut imajinasi dia itu bisa menjadi bakso.. bisa es krim.. bisa juga sop.. dan lain-lainnya disertai ucapan, “Ini Mama... buat Mama..di maem ya..enak ndak..?”. Kalau saya jawab enak maka dia akan lebih semangat dan repot lagi sehingga bisa berpiring-piring makanan versi-nya Adek yang diantar kembali ke ibunya. Ha..ha..(kok jadi ketawa terus ya…) tuh bisa bayangin kan gimana bisa asyik dan tenang di depan komputer atau fesbukan kalau diselingi berbagai pariwara ala si Adek. Dan yang yang terakhir jurus pamungkas dari Adek dan saya pasti tidak bisa menolaknya kalau adek sudah berkata, “Mama syudah etik-etiknya Ma….” (selesai ngetiknya, maksudnya).

Ketika giliran si Ayah yang berada di depan komputer, pernah terlontar kata protes dan bujukan saya untuk si Adek, “Ayo!! Adek, ganggu Ayah tuh..!!! Ha ..ha..dasar ibunya iri sih dan selalu terpikir kenapa kalo ayahnya yang di depan komputer tidak diganggu sedikitpun oleh Adek..? Kadang kan jadi iri juga lihat ayahnya yang asyik senyum-senyum sendiri melihat status dan berbagai komen dari teman-temannya. Jadi mau berlama-lama fesbukan juga ayah ngga bakalan kena iklan dari Adek he..he..
Tapi lalu Ayah mengingatkan saya. “Lo..kenapa Ibu harus iri..? Justru Ayah yang harusnya iri karena berarti Ibu itu lebih istimewa bagi Adek. Jadi Adek ngga rela kalo Ibu lama-lama di depan komputer atau fesbukan”.

Istimewa..??? Apa bener ya… Ah, yang namanya anak kerap kali tidak mau jika ibunya mengalihkan perhatian terlalu lama selain untuk mereka. Saya tidak faham banyak tentang ilmu psikologi anak-anak. Pun saya seorang ibu biasa yang berpikir, sudah seharian dia bermain bersama ibunya kan pinginnya ketika ayahnya pulang mbok ayahnya yang diganggu dan dibikin repot… (he..he..jahat banget ya keinginannya).
Alhamdulillah, itu hanya pikiran-pikiran jelek saya sesaat. Kayaknya rugi kalo harus dipelihara terus perasaan seperti itu. Didalam hati ini telah saya tanamkan, seperti apa yang ayahnya anak-anak katakan, bahwa saya seharusnya lebih istimewa bagi Adek dibanding ayahnya (karena sebaliknya ada anak yang menjadikannya ayahnya lebih istimewa dibandingkan ibunya, atau malah ada sebagian anak yang membuat iri hati ibu dan ayahnya sendiri karena lebih mengistimewakan neneknya kakeknya atau bahkan pengasuhnya). Jadi kenapa saya harus merasa iri pada ayah dan merasa terganggu dengan berbagai iklan-iklan si Adek. Toh sebenernya itu cara Adek mencari perhatian yang lebih dari ibunya dan kelak masa seperti ini tidak akan terulang lagi.

Disebutkan bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).

Karenanya, semua kembali harus saya syukuri sebagai karunia terindah dariNya dan seni didalam kehidupan sebagai seorang ibu yang akan selalu saya nikmati....

12 Juli 2009

Mensyukuri Nikmat..

Suami tadi sore menanyakan, “Kok belum nulis-nulis lagi..?“. Saya hanya bisa memberi alasan yang klise, “Gimana mau nulis, baru aja selesai setrika baju-baju kering yang sudah numpuk dari jemuran, eh.. sudah numpuk lagi yang harus disetrika“.
Biasanya untuk urusan setrika baju saya punya asisten sendiri. Maka ketika urusan tumpukan cucian dan seterikaan harus saya urus sendiri, sampai pernah terlintas di pikiran membandingkan urusan setrikaan baju dengan dosa lo. Yaitu belum beres untuk taubat atas tumpukan dosa, sudah nambah setumpuk dosa yang lainnya. He..he..he.. ada-ada saja ya..masak dosa disamain dengan tumpukan cucian baju kotor dan setrikaan yang numpuk. Dasar ibu rumah tangga…

Keteteran dengan seabrek urusan beres-beres rumah? Jelas dong…
Mungkin bagi wanita karier samalah rasanya jika dihadapkan pada setumpuk tugas atau berkas pekerjaan yang harus segera di selesaikan dalam batas waktu tertentu.
Akhirnya jika malam datang, yang ada cuma pingin cepat bobo untuk beristirahat.
Tidak sempat lagi untuk menulis sekedar berbagi cerita atau membuka Facebook, apalagi sampai ikut nimbrung di status teman memberikan komentar.
Pernah almarhumah Ibu Mertua saya, setelah selama beberapa hari menginap di rumah kami dan melihat serta mengamati kesibukan saya yang apa-apa di kerjakan sendiri, beliau mungkin merasa kasihan dan mengatakan kepada saya, “Napa dak cari rewang (pembantu) wae? Gawean rumah tangga itu gawean yang ndak ketok tapi sayahnya (capeknya) lebih dari orang yang nyambut gawe kantor.”
Ibu Mertua adalah wanita karier juga, jadi ya maklum saja karena beliau sangat-sangat faham antara capeknya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menyelesaikan tugas kerjaan di tempat bekerja.

Entahlah, bukannya saya tidak mau menciptakan satu lapangan kerja sebagai asisten buat seorang perempuan yang mungkin membutuhkan tambahan biaya buat keluarganya. Bukan juga karena saya eman-eman (sayang) sama uang yang harus keluar ketika akan memberi penghargaan atau imbalan jasa atas bantuan asisten itu. Tapi justru saya eman-eman untuk melepaskan semua rasa kepuasan hati ini jika pekerjaan-pekerjaan urusan rumah tangga saya pasrahkan kepada orang lain. Dan mungkin disuatu waktu jika itu terjadi maka diri saya harus bisa memberi manfaat buat orang yang lain, sedangkan untuk sementara ini saya masih ingin berkutat di dalam kehidupan keluarga saya sendiri. Beraneka rasa kepuasan batin, puas dan bahagianya saya manakala tumpukan cucian kotor telah selesai saya cuci dan saya jemur dengan dibantu si bungsu kecil saya yang kadang-kadang ikut repot membantu disertai ucapannya yang khas, “Adek yewang-yewang ya Ma..” (bantu-bantu, maksudnya )
Lebih puas lagi manakala sukses menghilangkan noda kotor di baju anak-anak yang harus diucek dan di sikat sendiri karena tidak cukup hanya dicuci di mesin cuci.
Pun puas manakala apa yang saya masak dan hidangkan habis dan dimakan dengan lahap, dan ditambah juga kepuasan batin tersendiri ketika mereka pulang dari sekolah yang pertama di tanyakan setelah mengucap salam adalah, “Ibu masak apa..?”
Puas juga manakala karena semua saya kerjakan sendiri maka anak-anak menjadi ikut andil membantu Ibunya. Si Mbak yang sudah pinter cuci piring , acara goreng-menggoreng juga sudah bisa. Si Mas kebagian jatah ngepel lantai (walau masih banyak area yang kadang terlewatkan karena sambil ngepel matanya ke TV aja he..he..). Dan semua itu mereka mau kerjakan meski dengan komando suara ibunya yang heboh.
Serta kepuasan tersendiri juga karena si Ayahpun membantu beres-beres dan menyapu halaman di pagi hari sebelum berangkat ke kantor malah kayaknya untuk acara menyapu daun-daun kering di halaman menjadi olahraga pagi buat si Ayah, he..he..

Mungkin lucu ya…
Memang cara kita menikmati kehidupan ini sangatlah beragam. Tapi semua pekerjaan yang saya lakoni (lakukan) itu mudah-mudahan bisa mewakili rasa ungkapan syukur saya atas semua kenikmatan yang telah Allah berikan. Bersyukur saya akan nikmat saya mempunyai dua tangan, sehingga dengan dua tangan dan sepuluh jari ini saya bisa beraktifitas sehari-hari memanfaatkan kedua tangan dan sepuluh jari ini dengan sebaik mungkin karena saya berharap keridhoanNya semata. Semoga apa yang pernah kedua tangan saya lakukan yang mana itu merupakan perbuatan tidak terpuji akan bisa terhapuskan dan di ampuni, sehingga jika kelak tangan ini bersaksi di hari yang ketika mulut tak lagi yang berbicara maka adalah kebaikan sajalah yang akan ia persaksikan…

Lalu nikmat saya atas dua kaki saya yang kalau pagi saja sudah mondar-mandir dari depan ke dapur dengan berbagai aktifitas yang kalau di luruskan jaraknya mungkin bisa sama antara jarak Bandung-Jakarta (he..he.. terlalu jauh ya..). Dan inipun saya berharap keridhoan Allah kembali, semoga langkah kaki saya penuh dengan berkah dan maghfiroh ampunan, sehingga kelak jika ia menjadi saksi saya manakala ia bisa bicara maka hanya perbuatan yang baiklah yang akan ia ceritakan…

Kemudian nikmat saya atas kedua mata yang karena dengan keduanya saya bisa melakukan pekerjaan sehari-hari dengan lancar tanpa harus meraba-raba, yang mana nikmat melihat itu hilang saya rasakan ketika ada acara mati lampu (dan mungkin ada hikmahnya juga tidak punya lampu emergency, karena ketika mati lampu kita harus meraba-raba mencari lilin atau senter, sehingga merasakan betul betapa salah satu nikmatNya yang sangat besar dan harus di syukuri yaitu penglihatan.

Juga nikmat saya atas waktu luang saya yang masih di karuniakan olehNya berupa rizki kesehatan juga nikmat-nikmat lain dariNya dan karunia yang tidak terhingga yang tidak bisa untuk di hitung .

Walau saya menyadari bahwa apa yang telah dan sedang saya lakukan semua hanyalah bagaikan sebutir debu ditengah padang pasir, seperti buih ditengah lautan dan belum sebesar biji zdarroh (sawi) sekalipun.Tapi saya menyakini akan sifatNya yang ROHMAAN ( Maha Pengasih ) dan ROHIIM ( Maha Penyayang ) dan juga sifatnya yang GHOFUUR ( Maha Pengampun )

Dan semogalah kita bisa termasuk dalam golongan orang-orang yang berakal dan mau berpikir sehingga dapatlah kita untuk selau mempergunakan semua karunia yang telah di peroleh dengan menyibukkan diri memperbaiki diri sendiri tanpa disibukkan oleh nafsu untuk menilai diri orang lain……..

Amiin..amiin Ya Robbal A’lamiin………..

Sebuah doa :

ALLAAHUMMAJ –A’L NAFSII MUTMA-INNATAN
Ya Allah.. jadikanlah diri hamba selalu tenang

TU’MINU BILIQOO-IKA
Karena percaya akan perjumpaan dengan-Mu

WATANFA-U’ BI A’THOO-IKA
Dan bisa mempergunakan atas semua pemberian-Mu

WATARDHOO BIQODHOO-IKA
Dan kami rela atas semua ketentuan dari-Mu