12 Juli 2009

Mensyukuri Nikmat..

Suami tadi sore menanyakan, “Kok belum nulis-nulis lagi..?“. Saya hanya bisa memberi alasan yang klise, “Gimana mau nulis, baru aja selesai setrika baju-baju kering yang sudah numpuk dari jemuran, eh.. sudah numpuk lagi yang harus disetrika“.
Biasanya untuk urusan setrika baju saya punya asisten sendiri. Maka ketika urusan tumpukan cucian dan seterikaan harus saya urus sendiri, sampai pernah terlintas di pikiran membandingkan urusan setrikaan baju dengan dosa lo. Yaitu belum beres untuk taubat atas tumpukan dosa, sudah nambah setumpuk dosa yang lainnya. He..he..he.. ada-ada saja ya..masak dosa disamain dengan tumpukan cucian baju kotor dan setrikaan yang numpuk. Dasar ibu rumah tangga…

Keteteran dengan seabrek urusan beres-beres rumah? Jelas dong…
Mungkin bagi wanita karier samalah rasanya jika dihadapkan pada setumpuk tugas atau berkas pekerjaan yang harus segera di selesaikan dalam batas waktu tertentu.
Akhirnya jika malam datang, yang ada cuma pingin cepat bobo untuk beristirahat.
Tidak sempat lagi untuk menulis sekedar berbagi cerita atau membuka Facebook, apalagi sampai ikut nimbrung di status teman memberikan komentar.
Pernah almarhumah Ibu Mertua saya, setelah selama beberapa hari menginap di rumah kami dan melihat serta mengamati kesibukan saya yang apa-apa di kerjakan sendiri, beliau mungkin merasa kasihan dan mengatakan kepada saya, “Napa dak cari rewang (pembantu) wae? Gawean rumah tangga itu gawean yang ndak ketok tapi sayahnya (capeknya) lebih dari orang yang nyambut gawe kantor.”
Ibu Mertua adalah wanita karier juga, jadi ya maklum saja karena beliau sangat-sangat faham antara capeknya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menyelesaikan tugas kerjaan di tempat bekerja.

Entahlah, bukannya saya tidak mau menciptakan satu lapangan kerja sebagai asisten buat seorang perempuan yang mungkin membutuhkan tambahan biaya buat keluarganya. Bukan juga karena saya eman-eman (sayang) sama uang yang harus keluar ketika akan memberi penghargaan atau imbalan jasa atas bantuan asisten itu. Tapi justru saya eman-eman untuk melepaskan semua rasa kepuasan hati ini jika pekerjaan-pekerjaan urusan rumah tangga saya pasrahkan kepada orang lain. Dan mungkin disuatu waktu jika itu terjadi maka diri saya harus bisa memberi manfaat buat orang yang lain, sedangkan untuk sementara ini saya masih ingin berkutat di dalam kehidupan keluarga saya sendiri. Beraneka rasa kepuasan batin, puas dan bahagianya saya manakala tumpukan cucian kotor telah selesai saya cuci dan saya jemur dengan dibantu si bungsu kecil saya yang kadang-kadang ikut repot membantu disertai ucapannya yang khas, “Adek yewang-yewang ya Ma..” (bantu-bantu, maksudnya )
Lebih puas lagi manakala sukses menghilangkan noda kotor di baju anak-anak yang harus diucek dan di sikat sendiri karena tidak cukup hanya dicuci di mesin cuci.
Pun puas manakala apa yang saya masak dan hidangkan habis dan dimakan dengan lahap, dan ditambah juga kepuasan batin tersendiri ketika mereka pulang dari sekolah yang pertama di tanyakan setelah mengucap salam adalah, “Ibu masak apa..?”
Puas juga manakala karena semua saya kerjakan sendiri maka anak-anak menjadi ikut andil membantu Ibunya. Si Mbak yang sudah pinter cuci piring , acara goreng-menggoreng juga sudah bisa. Si Mas kebagian jatah ngepel lantai (walau masih banyak area yang kadang terlewatkan karena sambil ngepel matanya ke TV aja he..he..). Dan semua itu mereka mau kerjakan meski dengan komando suara ibunya yang heboh.
Serta kepuasan tersendiri juga karena si Ayahpun membantu beres-beres dan menyapu halaman di pagi hari sebelum berangkat ke kantor malah kayaknya untuk acara menyapu daun-daun kering di halaman menjadi olahraga pagi buat si Ayah, he..he..

Mungkin lucu ya…
Memang cara kita menikmati kehidupan ini sangatlah beragam. Tapi semua pekerjaan yang saya lakoni (lakukan) itu mudah-mudahan bisa mewakili rasa ungkapan syukur saya atas semua kenikmatan yang telah Allah berikan. Bersyukur saya akan nikmat saya mempunyai dua tangan, sehingga dengan dua tangan dan sepuluh jari ini saya bisa beraktifitas sehari-hari memanfaatkan kedua tangan dan sepuluh jari ini dengan sebaik mungkin karena saya berharap keridhoanNya semata. Semoga apa yang pernah kedua tangan saya lakukan yang mana itu merupakan perbuatan tidak terpuji akan bisa terhapuskan dan di ampuni, sehingga jika kelak tangan ini bersaksi di hari yang ketika mulut tak lagi yang berbicara maka adalah kebaikan sajalah yang akan ia persaksikan…

Lalu nikmat saya atas dua kaki saya yang kalau pagi saja sudah mondar-mandir dari depan ke dapur dengan berbagai aktifitas yang kalau di luruskan jaraknya mungkin bisa sama antara jarak Bandung-Jakarta (he..he.. terlalu jauh ya..). Dan inipun saya berharap keridhoan Allah kembali, semoga langkah kaki saya penuh dengan berkah dan maghfiroh ampunan, sehingga kelak jika ia menjadi saksi saya manakala ia bisa bicara maka hanya perbuatan yang baiklah yang akan ia ceritakan…

Kemudian nikmat saya atas kedua mata yang karena dengan keduanya saya bisa melakukan pekerjaan sehari-hari dengan lancar tanpa harus meraba-raba, yang mana nikmat melihat itu hilang saya rasakan ketika ada acara mati lampu (dan mungkin ada hikmahnya juga tidak punya lampu emergency, karena ketika mati lampu kita harus meraba-raba mencari lilin atau senter, sehingga merasakan betul betapa salah satu nikmatNya yang sangat besar dan harus di syukuri yaitu penglihatan.

Juga nikmat saya atas waktu luang saya yang masih di karuniakan olehNya berupa rizki kesehatan juga nikmat-nikmat lain dariNya dan karunia yang tidak terhingga yang tidak bisa untuk di hitung .

Walau saya menyadari bahwa apa yang telah dan sedang saya lakukan semua hanyalah bagaikan sebutir debu ditengah padang pasir, seperti buih ditengah lautan dan belum sebesar biji zdarroh (sawi) sekalipun.Tapi saya menyakini akan sifatNya yang ROHMAAN ( Maha Pengasih ) dan ROHIIM ( Maha Penyayang ) dan juga sifatnya yang GHOFUUR ( Maha Pengampun )

Dan semogalah kita bisa termasuk dalam golongan orang-orang yang berakal dan mau berpikir sehingga dapatlah kita untuk selau mempergunakan semua karunia yang telah di peroleh dengan menyibukkan diri memperbaiki diri sendiri tanpa disibukkan oleh nafsu untuk menilai diri orang lain……..

Amiin..amiin Ya Robbal A’lamiin………..

Sebuah doa :

ALLAAHUMMAJ –A’L NAFSII MUTMA-INNATAN
Ya Allah.. jadikanlah diri hamba selalu tenang

TU’MINU BILIQOO-IKA
Karena percaya akan perjumpaan dengan-Mu

WATANFA-U’ BI A’THOO-IKA
Dan bisa mempergunakan atas semua pemberian-Mu

WATARDHOO BIQODHOO-IKA
Dan kami rela atas semua ketentuan dari-Mu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar