04 Oktober 2010

Bersamanya telah saya temukan ketentraman, cinta dan kasih sayang…..



Hari Minggu yang lalu salah satu sepupu perempuan dari suami menikah.
Sambil menunggu acara ijab kabulnya, saya yang menemaninya sempat bertanya, “Sudah berapa lama kenal calon suaminya..? Kenal dimana..? Berapa lama terus jadiannya..??
( Haha…. lumayan usil juga ya saya…nyadar sendiri.mode on)

Perasaan sih memang itulah pertanyaan-pertanyaan umumnya yang ditanyakan orang jika kita sudah ketemu jodoh. Jangankan sepupu yang akan jadi pengantin baru mendapat pertanyaan seperti itu, lha wong saya aja yang pengantin lama masih suka ditanya-tanya sama teman, tetangga, sama kerabat. Apalagi kondisi saya yang pindah-pindah mengikuti tugas suami. Maka punya teman baru lagi, tetangga baru lagi yang lalu menjadikan pertanyaan seperti itu terulang dan terulang lagi. Sampai kadang saya yang cuap-cuap bercerita merasa seakan memutar kaset itu-itu lagi. Tapi sungguh, saya tak pernah bosan untuk menceritakannya, juga akan semakin seru plus tambah semangatlah saya jika teman yang bertanya seringkali terbelalak penasaran dan penuh rasa heran jika saya menceritakan awal saya bertemu suami saya, hehe…( ‘ginilah kalo orang Palembang ‘kali ya...kadang cerita yang ringan saja bisa jadi heboh..)


Namun, seringkali di ujung cerita selalu saya sampaikan pada mereka-mereka yang terheran-heran, bahwa semua yang saya alami adalah semata karena campur tanganNya ALLAH, yang bersumber dari dahsyatnya berkah doa kedua orang tua saya.

Saya sendiri yang kemarin sempat ditanya salah seorang teman, doanya dulu apa kok bisa cepat dapat jodoh, dan minta tolong saya untuk mencatatkan doanya karena buat diamalkan adiknya.Yakin deh…saya sempat mengernyitkan dahi kebingungan. Karena sedikitpun saya dulu tak pernah muluk dan bermimpi yang neko-neko jika kelak mendapat jodoh. Saya hanya sempat curhat ringan dan canda-canda pada Ibu dan Ayah saya, bahwa kalau diizinkan Allah nantinya, saya pingin suami bukan orang yang satu daerah apalagi masih sanak famili. Maksudnya sih bisa pergi jauh kemana-mana biar tambah banyak saudara, jadi saudaranya tidak yang itu-itu saja. Lugu dan lucu ya…hehe Padahal sudah seperti jadi tradisi adat di daerah kami untuk saling menjodohkan anaknya dengan kerabat sendiri. Mungkin maksudnya baik karena telah sama-sama tahu persis kondisi antara keluarga masing-masing.

Seingat saya Ayah dan Ibu saya hanya tertawa menanggapi kelakar saya. Namun saya yakin Ibu dan Ayah saya waktu itu serta malaikat turut mengaminkan apa yang saya ucapkan.

Sehingga ketika teman saya tersebut bertanya apa doa saya sehingga bisa cepat dapat jodoh, membuat saya sedikit kembali menelusuri ke belakang. Benar, tak ada doa spesial yang saya minta pada Allah bagaimana nantinya jodoh saya. Saya hanya mengalir bagai air yang dengan bimbinganNya semata telah menemukan jodoh yang ternyata terjadilah semua sesuai dengan apa yang pernah saya utarakan pada orang tua saya.

Sstt..ada lagi nih yang malah bikin saya sendiri takjub akan karuniaNya Allah. Pernah terbersit dihati saya ingin suami saya itu orangnya sabar seperti ayah saya (yang tak pernah ada di memori saya beliau memarahi ibu saya ). Eh..Allah betul-betul Maha Teliti dan Mengetahui apa yang kita nyatakan pun apa yang kita sembunyikan. Sering hal ini saya ceritakan dengan ala guyon dihadapan anak-anak, “Ibu dulu pinginnya dapet suami sabar kayak almarhum Yai (kakek). Alhamdulillah Allah mengabulkan bahkan di luar pesanan ibu loh..Yang selalu membuat ibu berfikir akan bukti kekuasaan Ilahi, kok sampe andheng-andheng (tahi lalat) besar di jidatnya Ayah juga bisa sama ya sama Yai....” Hehe…Gusti Allah memang Maha Segala-galanya.

O ya, mungkin boleh mengingat sedikit, dulu salah satu sahabat dekat saya dari kecil pernah berkata kurang lebih begini, “Kita dak usah muluk-muluk laah ..kita dak mungkin dapet suami yang kerja kantoran. Abis pendidikan kita tidak tinggi sihh..orang yang kerja kantoran kan biasanya pinginnya istri yang sarjana…”

Jodoh sama halnya dengan kematian adalah “Sirrullaah”, benar-benar rahasia Allah dan merupakan tanda-tanda kebesaranNya. Yang mana kita sendiri tak bakalan mampu memprediksikannya. Target yang hendak kita capai akan impian seperti apa jodoh kita kelak bahkan kadangkala meleset jauh tak seperti yang kita harapkan.
Atau malah bisa jadi justru mendapatkan jodoh yang luar biasa, bahkan diluar dugaan kita juga bagi orang lain, sebab secara logika terkadang itu adalah hal yang tak mungkin dan mustahil. Sebagaimana halnya yang Allah karuniakan pada saya. Dengan jenjang pendidikan formal saya yang seadanya, Alhamdulillah, Allah mempercayakan saya jodoh yang teramat sangat luar biasa.

Suami tidak hanya dari suku, adat, tradisi dan bahasa yang tak sama bahkan jenjang gelar kependidikannyapun teramat jauh berbeda .

Suami yang telah menjadikan saya pintar dalam segala hal.

Suami yang dengan kehadirannya disisi saya telah membuat jalan bagi saya untuk lebih taqarrub, mendekatkan diri beribadah kepada Allah ta ‘ala.

Suami yang dengannya saya telah merasakan indahnya surga di dunia ( uppss…sengaja nih manas-manasin, khusushon yang belum nikah biar tambah kebelet deh..hehe..)

Suami yang dengannya Insya Allah saya akan selalu seiring sejalan dengan berbagai upaya dan usaha serta tak luput senantiasa berharap pertolonganNya untuk bisa menghantarkan tiga amanah, putra-putri kami, yang telah dititipkanNya menjadi manusia-manusia yang bermanfaat buat sesama dimanapun nantinya mereka berada.

Bandung, 10 Mei 2010..

26 April 2010

Menuju Kesempurnaan..(refleksi setahun wafatnya Mbah Uti)


“Ini jum’at legi..pas sedane (wafatnya) Mbah Uti setahun…” terdengar suara Mbah Kakung, Bapak Mertua saya, disaat saya menelepon beliau Jumat kemarin.
Setahun..? Subhaanallaah… tak terasa waktu begitu cepat. Setahun sudah Mbah Uti, Ibu Mertua saya, berpulang padaNya. Rasanya seperti baru kemarin hari-hari dimana saya berkumpul dan amat sangat dekat dengan beliau.

Kemarin saya sempat bertegur sapa dan bercerita banyak pada seorang teman. Dia menanyakan dimana saya tinggal sebelum di Bandung ini. Saya katakan kalau saya tinggal di kota kelahiran Suami sementara Suami menjalani tugas belajar di sebuah universitas negeri tertua di kota Jogja. Lantas ia terheran-heran, sekaligus bertanya, “Kenapa enggak ikut ke Jogja aja..? Padahal tinggal di jogja itu enak lo..!”

Iya sih, pikiran dan keinginan semacam itu memang sempat saya ungkapkan pada Suami manakala dia mendapat kabar berkesempatan untuk yang kedua kalinya menempuh tugas belajar di kota Jogja. Lagian waktu itu saya merasa, “Ah, pingin ah, cerita hidup yang berbeda. Karena toh dulu sudah pernah dua tahun tinggal bareng Mbah Uti dan Mbah Kakung saat tugas belajar yang pertama dulu (pernah saya tulis di sepenggal catatan ketika menengok Ibu mertua). Apalagi waktu itu Mbah Uti dan Mbah Kakung tidak tinggal berdua saja, tapi ada adik ipar bungsu dan istrinya yang menemani”.

Tapi saya ingat betul ketika keinginan itu lalu saya sampaikan melalui telepon pada Mbah Uti dengan sangat hati-hati agar beliau mengerti. Rupanya beliau terus ribut (biasalaaah seperti seorang ibu pada umumnya hehe.. ) Yang beliau pikirkan adalah kalau kami tinggal di Jogja bagaimana nanti jika saya melahirkan nanti karena waktu itu saya tengah mengandung putri ketiga. Dari berbagai alasan yang beliau kemukakan, intinya saya bisa menangkap bahwa Mbah Uti dan Mbah Kakung ingin saya dan anak-anak tinggal lagi bersama mereka.

Memang akhirnya saya dan suami sepakat memilih sementara hidup terpisah lagi untuk yang kedua kalinya. Suami kost di Jogja sementara saya dan anak-anak yang menanti kelahiran adiknya tinggal di kampung ngeramein rumah Simbahnya . Kata temen saya tadi,“Waah… itu menantu yang baik namanya…“

Hhmm… menantu yang baik kah saya ? Sepertinya masih jauh dan malu hati jika ada yang berkata seperti itu, karena terus terang, menjalani hari-hari tinggal di rumah mertua saya malah merasa betapa kami sebagai anak masih terlalu seringnya merepotkan orang tua. Belum sepenuhnya bisa membahagiakan mereka.

Awalnya di dalam otak saya hanya bertumbuh liar berbagai pikiran, bahwa di usia mereka yang senja harusnya mereka bisa tenang tanpa aneka warna keributan anak-anak kecil lagi. Atau itulah saatnya santai menikmati hari tua dan sesekali refreshing saja jalan-jalan sambil menengok anak cucu. Ternyata Mbah Kakung juga Mbah Uti malah sebaliknya, ingin saya dan anak-anak tinggal bersama mereka.

Dengan beragam polah tingkah anak-anak yang tadinya saya anggap bakal merepotkan Si Mbahnya tentunya, ketambahan saya si menantu dengan kehamilan yang semakin membesar dan menunggu waktu melahirkan, saya merasa hal itu membuat beliau berdua otomatis harus ikut khawatir dan siaga karena Suami sendiri baru bisa pulang setiap akhir pecan saja. Ternyata justru beliau berdua dengan pikiran dan cara pandang sebagai orang tua malah merasa tenang kalau saya yang mau melahirkan dekat dengan mereka plus anak-anak tinggal bersama mereka.

Melalui episode cerita kehidupan saya pada bagian ini cuma bisa saya jadikan bahan perenungan, bahwa sebenarnya dimana-mana orang tua itu kadang ingin salah satu anaknya ada yang dekat dengan mereka, walau tidak mesti satu rumah untuk menemani masa-masa tua mereka. Alhamdulillah, ketika pilihan itu dihadapkan pada saya, antara mementingkan ego sendiri untuk tinggal bersama suami di Jogja yang tidak bisa saya tepis bahwa memang sejujurnya lebih nyaman jika kumpul sekeluarga, ataukah tinggal bersama mertua untuk menemani hari-hari tua mereka. Adalah Allah memberikan saya kemantapan hati untuk mengambil pilihan yang kedua, menemani mertua.

Terlalu baikkah saya sehingga mengenyampingkan keinginan saya sendiri? Ah, kayaknya enggak juga deh. Posisi saya sebagai anak yang telah kehilangan kedua orang tua kandung sepertinya yang amat sangat mendasar dan mendorong hati saya berbuat yang terbaik pada kedua orang tua Suami, mertua saya. Rasa penyesalan teramat sangat saya rasakan ketika harus kehilangan ayah dan ibu kandung sendiri dengan cepatnya tanpa saya bisa berbakti banyak buat keduanya, yang belum sempat rasanya saya membahagiakan mereka, sementara dosa saya pada mereka tak terhitung banyaknya.
Ya..sebab inilah juga yang mendorong saya begitu kuatnya untuk memilih tinggal bareng mertua lagi. Jujur, saya hanya ingin mengganti waktu-waktu berbakti saya yang hilang pada kedua orang tua saya.

Do the best and let God do the rest ( Berusahalah sebaik mungkin maka biarlah Tuhan yang akan menyempurnakannya ), itu untaian kata mutiara yang saya pernah baca.

Memilih tinggal bareng mertua dengan beragam cerita yang telah mengisi hari-hari saya dan anak-anak adalah usaha saya, tanpa saya dulu berharap akan jadi seperti apa ujung ceritanya. Namun Allah ternyata betul-betul telah menyempurnakannya. Jauh direlung hati saya ada puncak kebahagian saya, tanpa bermaksud membanggakan diri.

Manakala Allah berkenan memanggil Ibu Mertua di tahun kemarin, di hari-hari terakhir beliau, saya memperoleh cerita bahwa selama beliau dirawat di rumah sakit, pernah mengutarakan satu keinginan, kalau beliau sudah boleh pulang dari rumah sakit, beliau ingin ke Bandung, tinggal di rumah kami, agar sayalah yang nanti menemani beliau.

Saya tahu selama bersama Mbah Uti, beliau bukan tipe yang suka memuji. Tak pernah saya dengar dari beliau kata-kata pujian atau sanjungan yang membuat saya melayang atau merasa sayalah mantu yang paling disayang. Tapi keinginan yang terlintas sebelum beliau berpulang, menimbulkan harapan saya untuk sampai kepada tahapan menuju kesempurnaan atas apa yang telah saya lakukan selama kumpul bersama beliau.
Ya, tahapan menuju kesempurnaan, karena saya menyadari apa yang saya lakukan buat beliau belum sebanding dengan semua pengorbanan beliau sebagai seorang Ibu.
Hanya Keridhaan Allah-lah yang bisa saya harapkan dapat menghapus dosa-dosa saya sehingga mungkin kelak menghantarkan saya pada kesempurnaan. Sempurnanya saya ketika kembali diperkenankanNya bisa menemui serta menemani beliau juga Almarhumah Ibu, Nenek dan Almarhum Ayah saya di surga, di jannahNya yang na ‘iim……Amiin…

----------------------------------------
Bandung 26042010, Mengenang satu tahun wafatnya Mbah Uti.

25 April 2010

The Power of "Nyapu Latar"...


Di kampungku sana, ada seorang kiyai yang sudah cukup sepuh. Pak kyai itu sekilas tidak kelihatan istimewanya. Dia hidup biasa saja seperi tetangga-tetangga yang lainnya. Setahuku ke"kyai"an nya hanya terlihat saat dia memimpin jemaah sholat di merjid dan mengisi kuliah subuh seminggu sekali. Tak punya santri apalagi pondok pesantren. Pak kyai itu membiayai hidupnya utamanya dari pensiunan di sebagai PNS di departemen agama kabupaten dulu. Tetapi, boleh percaya boleh tidak dia telah empat kali berangkat haji dan beberapa kali berangkat umroh...!!

Lalu suatu ketika seorang tetangga yang lain saat berkesempatan menemui pak Kyai itu dia memberanikan diri bertanya, "Mbah, saya pengen tau, apa doanya biar saya juga bisa cepet dan sering naik haji dan umroh seperti penjenengan...?". Pak kyai itu tersenyum sesaat, lalu menjawab, "Aku itu tidak punya do'a yang aneh-aneh, yang angel-angel. Do'aku ya biasa dan sama seperti yang lainnya...".

Pak Kyai meneruskan, " Aku percaya kalau Gusti Allah berkenan memanggilku berziarah berkali-kali ke Mekkah dan Medinah bukan karena kyai-nya aku, tetapi karena, Insya Allah, sebab aku setiap pagi berusaha agar tidak sampai terlewat untuk meyapu halaman dan jalan di depan rumah sebelum banyak orang-orang melewatinya. Aku menyapunya dengan ikhlas dan cuma ngarep-arep ridhoNya Gusti Allah".
Tetanggaku melongo. "La kok bisa Mbah?", dia bertanya.

Pak kyai senyum lagi, "Loh, menyapu halaman itu pahala dan fadlilahnya gedhe loh... asal ikhlas dan istiqomah. Ketika jalan dan halaman bersih maka itu akan mencerahkan pandangan dan hati orang-orang yang melewatinya. Lalu kita juga bisa menangkal beberapa penyakit yang mengancam karena sampah sudah terawat. Menyenangkan orang lain pahalanya shodaqohnya kan gede. Lalu menjaga lingkungan sehingga limbah dan sampah bagi para tetangga sekitar tak menimbulkan penyakit juga shodaqoh besar loh, dibandingkan dengan biaya yang harus keluar berobat. Makanya karena setiap hari bisa menabung shodaqoh itulah maka Gusti Allah menolong rejekiku. Sehingga ada saja jalan buatku bisa pergi berhaji dan berumroh berkali-kali". Tetanggaku itu diam tak bereaksi karena masih tak bisa menangkap sepenuhnya penjelasan pak Kyai. Tapi akhirnya dia manggut-manggut saja mengamini.

Memang baru aku sadari kemudian kalau setiap pagi sebelum matahari terbit, pak Kyai selalu menyempatkan diri mengambil sapu lidi dan serok sampah di belakang rumahnya, lalu dia akan menyapu halaman rumahnya, depan halaman tetangganya, jalan di depan rumahnya bahkan jika malam hari atau hari sebelumnya ada panggung pertunjukan di lapangan samping rumhanya, maka pak Kyai pun tanpa diminta memunguti sampah-sampah yg berserakan di lapangan itu hingga bersih dan tak tersisa. Semua itu dilakoninya meski tak pernah para tetangga berterima kasih kepadanya akan hal itu.

Aku menangkap penjelasan pak Kyai tadi dan menerjemahkanya ke dalam suatu istilah (yg ikut-ikutan istilah trend lainnya) sebagai "The Power of Nyapu Latar". Menyapu halaman apalagi ditambah dengan jalan di depan rumah kita sangat bisa menjadi ladang amal kebaikan karena jalan dan halaman bersih membuat pikiran dan jiwa lebih brighter sehingga orang akan menjadi lebih bersemangat lalu menciptakan kebaikan-kebaikan lainnya.

Selain itu tentu saja banyak kemanfaatan di sisi kesehatan di jaman musim demam berdarah gini. Bisa dibayangkan seandainya sampah menumpuk menjadi sarang nyamuk lalu menyebarkan penyakit seperti demam berdarah, barapa banyak orang-orang sekampung lainnya akan mengeluarkan banyak ongkos pengobatan yang seharusnya bisa untuk menjadi modal timbulnya kebaikan-kebaikan lainnya juga. Maka boleh diistilahkan bahwa menyapu halaman memiliki multiplier effect yang sangat besar. Syaratnya juga sebenarnya mudah, yaitu ikhlas karena Gusti Allah dan istiqomah, konsisten meski tidak dipedulikan tetangga-tetangga sekitar. Urusan balasan dan pahala biar menjadi urusan Allah. Dan yakinlah bahwa itu pasti akan dibalas seketika dan tak terhitung banyaknya.

Kisah pak Kyai itulah yang menjadi motivasi buatku untuk juga bertekad melakukan hal yang sama secara ikhlas dan istiqomah meski dengan skala yg jauh lebih kecil. Beberapa tetanggaku ada yang mengucapkan terima kasih ketika jalan depan rumahnya ikut kusapu, tetapi lebih banyak yang tidak berkomentar sama sekali. Ah,tapi bukan itu tujuanku. Bagiku tujuannya ya buatku sendiri. Setidak-tidaknya agar ketika aku melewatinya, aku akan merasa lebih segar dan bersemangat..(ciee..!!). Urusan pahala dan balasan, meneketehe...itu mah udah aku serahkan ke Gusti Allah saja....

Itulah "The Power of Nyapu Latar". Jadi, jangan pernah remehkan setiap amal kebaikan, meski hanya seenteng menyapu halaman....

16 Maret 2010

Renungan

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh
Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yg cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
"aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku" dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk
beribadah...
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

WS Rendra

copas dari ""Komunitas Bisa!""

Inginkah DI DO'AKAN para MALIKAT

1. Tidur dalam berwudlu
Malaikat berdoa : "Ya ALLAH, ampunilah si fulan ini, karena sungguh ia tidur dalam keadaan suci. (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Umar

2. Menunggu Shalat
Malaikat berdoa : "Tidaklah seseorang yang duduk menunggu shalat dalam keadaan suci, kecuali malaikat akan mendoakan dirinya :'Ya ALLAH, sayangi dia'. (HR. Muslim)"

3. Berada di Shaff peling depan
Malaikat berdoa : "Sesungguhnya ALLAH dan MalaikatNya bershalawat (menyayangi) untuk orang-orang yang berada di shaff paling depan. (HR. Abu Daud)"

4. Membaca "Amiin"
Aminnya kita akan di amiini oleh para malaikat.
Malaikat berdoa : "Barang siapa yang ucapan 'Amiin' nya berbarengan dengan ucapan malaikat, maka akan di ampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR. Bukhori)"

5. Tetap duduk di tempat Shalat
Malaikat akan bershalawat untuk siapa aja yang tetap duduk di tempat ia shalat dalam keadaan suci.
Malaikat berdoa : "Ya ALLAH, ampunilah dan sayangilah orang ini. (HR. Ahmad)"

6. Shalat Subuh dan Ashar berjama'ah
Karena pergantian antara malaikat siang dan malam.
Malaikat berdoa : "Kami datangi mereka dalam keadaan mereka shalat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, maka ampunilah mereka di hari kiamat nanti. (HR. Ahmad dan Abu Hurairoh)"

7. Mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya
Malaikat berdoa : "Amiin......dan untukmu seperti apa yang engkau minta. (HR. Muslim)"

8. Berinfaq
Malaikat berdoa : "Ya ALLAH, berilah ganti bagi orang yang berinfaq. (\hr.Bukhori dan Muslim)"

9. Menjenguk saudara yang sedang sakit atau terkena musibah
Nabi berkata : Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya, kecuali ALLAH mengutus 70.000 malaikat yang terus menerus bershalawat untuknya (HR. Ahmad)

10. Sabar
Malaikat berdoa : "Sesungguhnya ALLAH dan malaikatNYA beshalawat untuk orang-orang yang sabar."

11. Mengajarkan kebaikan pada orang lain
Malaikat berdoa : "Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang berada di dalam lobang, bahkan ikan, bershalawat untuk orang yang mengerjakan kebaikan pada orang lain. (HR. Turmudzi)"


copas dari temen..

Teguh Rayhan Santosa March 7 at 3:17pm

12 Maret 2010

Tausiyah dari Tetangga....



Seorang tetangga, sesama jemaah mesjid, sejak kemaren sore hingga tadi pagi memberikan tausiyahnya. Bahwa jika Allah masih memberi kesempatan buat kita untuk besyukur, optimis dan berbagi kebaikan sebanyak-banyaknya, maka sungguh manfaatkanlah. Tetanggaku itu beberapa tahun lalu divonis terkena kanker darah, leukemia. menurut dokter, beliau tak bisa bertahan lama usianya. Karenanya, beberapa kali beliau keluar masuk RS untuk kemoterapi.

Tetapi pada kesehariannya sama sekali tak tampak bahwa beliau menanggung sakit seberat itu. Beliau selalu ceria, berbagi semangat dg selalu mengikuti kegiatan olahraga, berbagi kebaikan dg aktif sebagai ketua RT, selalu bersyukur dengan tak meninggalkan shalat berjamaah di masjid dikala sehat. Orang banyak mengenangnya sbg org baik dan saleh. Dan Allah pun ternyata masih memberi lebih banyak kesempatan daripada yg telah diperhitungkan para dokter sebelumnya. Bahkan sepertinya beliau telah benar2 sembuh dari sakitnya itu. Dan itu dimanfaatkan betul oleh beliau kesempatan itu.

Tetanggaku itu juga memberi tausiyah, bahwa hidup kita itu memang berada di genggamanNya semata. Kita boleh berangan-angan bahwa kita akan hidup sepanjang usia yg kita inginkan dan sebaliknya kita juga boleh mengira-ira bahwa hidup kita tinggal sebentar lagi. Tetapi tetap saja, kita tak kan tahu kapan kita sampai kepada titik akhir kehidupan kita.

Tetanggaku itu masih muda, hanya sedikit lebih tua dariku. Meski begitu oleh Allah beliau sudah diberikan penyakit yang secara jangkauan pengetahuan manusia sudah tergolong parah dan tinggal menghitung hari masa-masa hidupnya. Tetapi ternyata beliau masih diberi kesempatan sekianlama lagi, sementara sekian puluh juta orang di dunia ini yang berusia lebih muda dan memiliki tubuh yang lebih sehat telah mendahuluinya, dicabut kehidupannya oleh Allah. Jadi, betapa sombongnya kita yang dengan segala kelebihan sehatnya fisik yang dimiliki merasa bahwa usia kita masih akan lebih lama lagi, sehingga kita menganggap tak perlu bersegera mendekatkan diri kepadaNya. Betapa bodohnya kita yang mengira bahwa sehatnya fisik kita berarti kita pasti akan lebih senang, lebih nyaman dan lebih bahagia lebih lama dibandingkan mereka yang berfisik lemah, tak berdaya, bahkan yang tidak sempurna tubuhnya. Karena itu semua bukan jaminan panjang pendeknya jatah umur kita.



Dan akhirnya tetanggaku itu memberi tausiyah, bahwa memang sekarang kita yang datang bertakziyah, kita yang ikut memandikan jenazah, kita yang ikut mengkafaninya, mensholati, lalu ikut mengantarkannya ke liang kubur. Tetapi kita diingatkannya bahwa adalah suatu keniscayaan bahwa suatu saat pasti kita yang akan didatangi orang yang bertakziyah, tubuh kita dimandikan lalu dibungukuskan kain kafan, disholati dan dimasukkan oleh mereka ke liang kubur kita, karena kita telah terbujur tak bernyawa setelah habis jatah umur kita, setelah sampai kita di titik terakhir usia kita, seperti tetanggaku itu.

Ya, tetanggaku itu bertausiyah tidak dengan kata-kata, tetapi dengan contoh dan kejadian yang dia alami semenjak masa-masa akhir hidupnya hingga wafat, dipanggil menghadapNya kemarin sore dan dimakamkan tadi pagi.

Semoga kita bisa meneladani dan mengambil hikmah darinya.

Allahummaghfirlahuu, warhamhuu, wa'aafihii, wa'fu'anhu....

Bandung, 120310

05 Maret 2010

SURATKU UNTUK SAHABAT BAG 2

Wahida Murodi March 2 at 3:03pm
Alhamdulillaah..Allah telah menyambungkan hati kita...
jarak yang berdekatan tidak menjamin hati langsung tersambung antara kita ya bu..? karena sebenarnya dulu di palembang kita hanya sempat kenal sekedarnya walau satu kota, setelah kita jauhan, beda kota eehh kita nyambung... Allah betul-betul Maha Mengatur Segalanya.

Alhamdulillah terima kasih ... ibu mau menjadikan saya ada direlung hati ibu.
Dengan berkenan menerima apa yang saya tulis kemarin.
Padahal untuk menulisnya saya hampir tiga kali mengulang lo bu..., baru dapet beberapa baris tulisan ehhh mati lampu, sore aliran listrik dah nyala saya buka fb, nulis lagi...ehhh mati lampu lagi... hilanglah apa yang sudah 2 kali saya tulis qeqeqe...
Tp Alhamdulillah...kalo niat baik memang kadang tak selancar dan seindah yang dibayangkan. Mungkin sama seperti apa yang ibu harus hadapi sekarang.

Saya sebenarnya tak ingin membuat air mata ibu mengalir, saya ingin ibu tidak bersedih terus menerus.
Ibu telah memilih.. dan Allah telah menyiapkan suatu ladang pahala untuk ibu tebar benihnyaa dan kelak ibu tuai hasilnya.

Saya hanya ingin minta izin jika boleh saya titipkan pesan buat ibu.
Mantapkan hati bu...
Apalagi memang sudah seizin suami ibu boleh bekerja lagi.
Seperti saya katakan diatas jarak tak menjamin untuk hati tak saling bertaut.
Mudah-mudahan ada hikmah dibalik semua ini buat kebaikan keluarga ibu.
Dan rasanya tak baik juga jika ibu hanya bertahan, mencoba menikmati peran ibu sebagai ibu rumah tangga seutuhnya tapi disatu sisi membuat anak-anak juga tidak sehat secara psikologis. Kalo memang sekarang ibu dihadapkan pada pilihan untuk bekerja maka luruskan saja niat itu bu..
Niat bahwasanya ibu ingin memberi manfaat buat sesama menyalurkan potensi terutama ilmu yang ada pada diri ibu.Dan diiringi harapan dengan semua itu adanya Keridhaan dari Allah tentunya.
Insya Allah anak-anak juga suami ibu akan baik-baik saja dan selalu berada dalam jaminan Allah SWT.
Bukankah di kehidupan sekitar kita bukan hanya satu dua keluarga yang terpisah jarak dan terpaksa berjauhan karena bermacam-macam cerita dan kendala..??


Saya ngiring doa..
Moga ibu dapat menikmati peran baru ibu besok untuk menebar manfaat tidak cuma untuk keluarga tapi bagi sesama. Apalagi ibu akan terjun di bidang kesehatan kan ?
Anak-anak juga mudah-mudahan bisa survive ..cepat beradaptasi nantinya.
Ibu tidak usah khawatir, terkadang ada anak-anak yang lebih bisa dewasa dan mandiri jika ditinggal ibunya kerja .
Terus nanti karena jauhan sama bapaknya anak-anak kan malah banyak kangen--kangenannya hehehe...terus jarang berantem dan sebel jadinya.Hehe...piss canda ya bu..

Insya Allah, Allah memberikan jalan untuk kita berjumpa.
Saya cuma bisa bayangin kalo ibu tetanggaan sama saya ceritanya mesti beda dehh... ibu ga bakalan mau pindah ke kalimantan..hahaha.( ge-er berat mode:on )
Sukses selalu ya bu..
Insya Allah jika saya sempet saya akan berbagi ilmu asal ibu ga bosen.
Terima kasih..
Wassalamu'alaikum Wr Wb

04 Maret 2010

SURATKU UNTUK SAHABAT BAG 1

Belum lama saya merasa Alaah memberikan karuniaNya, tersambungnya saya dengan salah seorang sahabat yang sudah lama terputus kontak.
Dengan IzinNya jua saya merasa bahwa ilmu saya belum begitu banyak,tapi Alhamdulillah diberi Allah kesempatan ketika tersambungnya silaturrahim antara kami kembali, untuk berusaha memberi sahabat saya itu support ditengah kegalauan hati yang ia ungkapkan pada saya.

Dan tulisan dibawah ini adalah sedikit upaya saya untuk membesarkan hatinya, memberi support padanya.
Semoga karena Allah yang telah memberikan ikatan batin antara kami untuk kembali terjalin silaturrahiim. Maka saya berharap semoga Allah dapat pula meridhai akan apa yang saya sampaikan padanya diberikut ini :


Wahida Murodi March 1 at 8:15pm
wa'alaikum salam...makasih dah mau berbagi cerita, ngurus anak-anak dimana-mana sama bu...berantem ahhh saya sampe hapal gelagat mereka kalo mau berantem. iya sihh pas kita lagi sela santai ga banyak beban pikiran..bisa memantau dan mengalihkan perhatian salah satu diantara mereka biar ga sampe berantem, tapi kadang ada di saat kita lagi serius ngerjain sesuatu atau disaat kita pengen ga diganggu dulu, capek karena kerjaan rumah yang perasaan ga ada selesai-selesainya, lagi betelah pokoknya ... mereka memang sasaran empuk ibunya untuk dimarahin.

qeqeqe...saya jadi malu. Saya juga sama kok bu..bukan ibu yang penyabar, suka marah-marah juga ke anak-anak. Malah menurut ibu psikolog yang sering saya ikuti kajiannya, marah adalah hal yang wajar dan manusiawi. Kalo kita sebagai ibunya ga marah itu sih ga bagus juga buat mereka karena mereka nanti tidak tahu mana yang perbuatan bener dan mana yang salah.Hanya kita perlu mengontrol dan mengasah tingkat kecerdasan emosi kita.


Dulu waktu baru punya anak satu mungkin saya samalah seperti ibu-ibu muda yang laen, bapaknya pulang telat saya bisa marah besar, merasa seolah-olah bapaknya lebih mentingin pekerjaan ketimbang istri dan anak. Atau pernah juga hanya karena baju kerja yang sudah saya siapkan ehh taunya bapaknya memilih baju sendiri dan tidak memakai baju yang tadinya sudah saya pilihkan, saya ga terima... terus bukannya ngeloni istri kek.. anaknya kek...ini malah nonton bola sampe malem begadang ..waahh saya ngambek berat..cemburu.. .. dan jeleknya saya terkadang melampiaskan semua emosi itu ke anak, yang padahal ketika dia tidur aduuhh saya hanya mampu istighfar dan menyesal.


Alhamdulillah seiring waktu dan bertambahnya anak-anak saya juga bisa meminimalkan rasa emosi yang akan muncul, apa bisa dikatakan saya bertambah dewasa atau kecerdasan emosi saya kian terasah..??? ahh kayaknya ga juga deeh..lah wong sekarang juga kadang-kadang saya masih suka iri dan sebel lihat bapaknya yang senyam-senyum sendiri dan berlama-lama fesbukan hehehe.........
Ada kemungkinan juga karena saya selalu berusaha untuk menerima dan mengenal diri saya seutuhnya dan saya yang harus mengatur hawa nafsu saya bukan sebaliknya. Serta memahami dengan ikhlas sifat dan tingkah laku bapaknya yang tidak mungkin saya robah sebagaimana yang saya mau, maka anak-anak pun tidak lagi menjadi pelampiasan rasa sebel dan emosi saya yang intinya pada bapaknya tapi saya pendam tanpa bisa mengkomunikasikannya dengan baik.
Melalui proses yang panjang dan juga tidak semudah membalik telapak tangan tentunya, Insya Allah bisa saya lewati dan saya terima semua yang Allah gariskan untuk diri saya.

Saya akui sebagai istri dan ibu muda yang masih dalam tahapan berproses seumpama kepompong ( nyontek dikit dari syair lagu ). Saya pernah dihadapkan pada permasalahan hidup yang seakan tak habis-habisnya, mulai dari persoalan diri saya sendiri, suami, anak-anak, orang tua bahkan mertua atau saudara juga tetangga.
Sabar dalam menghadapinya adalah kata yang klise, tapi saya yakin kesabaran itu memang pahit adanya tapi akibatnya Subhaanallaah akan melebihi manisnya madu.
Bukankah kupu-kupu itu berwarna indah dan bisa terbang kemana ia suka untuk menghisap manisnya sari bunga setelah berjuang dengan sabar dan susahnya untuk keluar dari kepompongnya..???
Atau seorang nahkoda yang handal itu juga terlahir karena ia telah berhasil melewati ombak demi ombak yang demikian ganasnya.

Duuhh maaf ya bu...saya kok kebablasan ..jadi kayak ceramah ya...hehe...ini bukan saran juga bukan nasehat karena saya juga terus dalam pembelajaran menuju kematangan. Ini hanya sharing antara kita sebagai seorang ibu yang Insya Allah kelak dari anak-anak kitalah lahir generasi-generasi penerus yang bisa membanggakan tidak hanya dalam keduniawian tapi terutama buat agama...
Aaaaamiin...ya robbal 'aalamiin....

Ibu keterima PNS dikota asal ...?? Alhamdulillaah...selamat ya bu...
Tidak semua orang mempunyai kesempatan dan memperoleh rizki seperti itu.
Saya seakan tidak percaya bahwa ibu memutuskan pilihan untuk memaksimalkan potensi diri dengan bekerja diluar rumah. Rasa bimbang, bingung dan berat bagi ibu untuk memutuskan adalah hal yang wajar dan saya sangat-sangat memakluminya. Kebimbangan dan kebingungan manusiawi sebagai seorang istri dan ibu.
Saya hanya bisa menduga ibu kemaren pertama kali daftar PNS mungkin hanya iseng-iseng atau lebih menyangka tidak keterima ketimbang keterima, bukan begitu bu...??? ( sok tau mode:on ) hehe...abiss kalo ibu nyangka keterima mungkin tidak akan ada kebimbangan lagi tooh..karena sebelumnya telah ibu bayangkan berbagai risiko dan kemungkinan-kemungkinan yang realistis jika keterima. Ahhh tapi saya tidak bisa ikut campur lebih jauh karena ini menyangkut target hidup yang mungkin ingin ibu capai, dengan mengaktualisasikan diri tentunya.

Saya juga tidak bisa memberikan saran yang mana lebih baik karena menganggap bahwa kita punya hak yang berbeda akan diri kita masing-masing.
Apalagi saya hanya seorang perempuan yang berpikir sederhana, ketika saya melihat perempuan-perempuan dijalan yang masih sekolah..kuliah atau mereka yang kerja
dan belum menikah maka saya merasa saya adalah perempuan yang paling beruntung didunia ini.
Karena saya yakin walau telah tinggi cita-cita yang mereka raih, karier yang bagus, kesuksesan materi yang berlimpah tapi mereka tetap bermuara pada satu keinginan punya suami dan anak-anak, punya keluarga tempat akhir dari bertualangnya mereka.
Sementara alangkah tidak pantasnya saya jika harus memungkiri nikmat Allah yang telah Allah berika pada saya..?? suami dan anak-anak adalah amanah yang telah Allah titipkan pada saya, ditengah menjalani kehidupan berumah tangga yang hampir empat belas tahun,semampu dan dengan sekuat tenaga saya selalu berusaha memahat kepasrahan untuk menerima peran hidup yang telah Allah berikan.

Target hidup sayapun sederhana saya ingin selalu membahagiakan suami dan anak-anak, melihat mereka bahagia maka itu adalah kebahagian saya pula. Dan berusaha dengan berbagai sarana dan potensi diri yang saya miliki semaksimal mungkin saya orientasikan untuk menjadi penopang tercapainya target primer hidup saya. Target tertinggi dalam hidup saya yaitu tak lebih dan dan tak kurang mencapai keridhaan Allah Subhaanahu Wata'aala..........

Dan yang pasti keridhaan suami akan saya nanti dan impikan sebagai kunci untuk menuju keridhaan Ilahi yang hakiki......

Maaf sekali lagi bu...
Mungkin kepanjangan apa yang saya tuliskan ini, mudah-mudahan Allah senantiasa Menjaga hati kita, Meridhai setiap langkah yang kita tempuh.....
Aaaamiin.........

26 Februari 2010

Cita yang tertunda (bagian kedua dari "Anak-anak Nulis Resolusi 2010 Mereka..")


Menyambung cerita di note saya sebelumnya, dari sekian poin-poin yang di tulis anak-anak saya mengenai resolusi 2010 mereka, terus terang, ada beberapa poin yang mereka kemukakan itu benar-benar bikin saya takjub. Dan memang seharusnyalah keinginan-keinginan mereka itu akan bisa terwujud disertai dukungan, dengan support dari kami sebagai orang tua untuk selalu mengingatkan, membangkitkan semangat mereka akan sebahagian keinginannya yang harus bisa mereka capai.

Tapi di lain pihak ada juga beberapa poin dari mereka, walau bersifat positif lumayan, sempet menjadi pergulatan batin yang hebat di benak kami selaku orang tua khususnya saya sebagai ibunya. Nah, yang mau saya ceritakan ini adalah tentang resolusi si Mas Aufa, si sulung saya.


Bagaimana tidak jadi pikiran, (maaf..mungkin ceritanya agak mundur ke belakang sedikit ya.. ) sewaktu masih duduk di kelas empat sekolah dasar, dia sangat menyenangi kegiatan Pramuka. Suatu ketika dengan begitu semangat bercerita pada saya sepulang dia dari latihan Pramuka, " Bu, tadi kakak pembinanya dari SMP 14. Katanya SMP 14 itu Pramukanya hebat lo Bu! Pernah ikut kegiatan Pramuka internasional ke London, ke Malasyia, pokoknya antar negara lah. Mas besok mau masuk SMP 14 aja ya Bu, biar bisa ikut kegiatan Pramukanya, trus bisa keluar negeri juga!".
"Iyaa...yang terpenting sekarang Mas rajin belajar dulu. Kan kalo nilainya gede gampang mau masuk SMP mana aja.Terus rajin berdoa juga...", begitu jawaban saya.

Sampai dengan duduk di kelas 6 SD kegiatan-kegitan lomba Pramuka disekolahnya selalu dia ikuti. Alhamdulillah, beberapa kali dia mendapat juara. Dan dari situlah keinginan untuk masuk ke SMP 14 semakin bertambah besar dan itu masuk dalam salah satu resolusi tahun 2009 yang di tulisnya saat itu.

Alhamdulillah juga, atas seizinNya jualah apa yang menjadi separuh keinginannya telah tercapai, dia pun diterima menjadi murid SMP 14. Walau waktu pendaftaran banyak masukan tentang SMP-SMP favorit lainnya dari baik teman-temanya dan maupun dari kita yang ditawarkan kepadanya, dia tetep keukeuh dengan pendiriannya untuk masuk SMPN 14.

Setelah kurang lebih enam bulan dia aktif dengan kegiatan Pramuka di SMP sesuai cita-citanya, di suatu sore hari Jumat, seakan tak bisa menunggu waktu lama, dia dengan penuh kegembiraan dan antusias yang tinggi menyampaikan kabar pada saya, " Bu...besok Desember tanggal 27 atau 28 Pramukanya ikut campboree ke Batam !! Terus nanti kalo selesai kegiatan di Batam langsung nyebrang ke Singapura, mau malam tahun baruan di Singapura. Mas boleh ikut ya Bu...!!" Deegh...ada satu rasa yang berdesir dihati, haru, bahwa sebentar lagi tercapai separuh keinginannya yang lain sehingga menjadi sempurnalah apa yang menjadi cita-citanya. Ya, salah satu resolusi 2010 yang ditulisnya sebentar lagi bisa jadi kenyataan (poin keenam dan ketujuh).
Sambil memeluknya saya cuma bisa katakan padanya, "Masya Allah...Alhamdulillah.. Itu kan emang cita-citanya Mas, masa' Ibu ga boleh...". Wajahnya terlihat begitu sumringah bahagia dan saya ikut merasakan kebahagiannya itu.

Dua hari berselang setelah dia menyampaikan kabar gembira itu, si Mas membawa kabar berikutnya, "Bu...kata pak gurunya lomba Pramuka yang ke Batam itu biayanya gede, karena kan mau nyebrang Singapura, jadi harus buat paspor ama lain-lainnya. Satu anak bisa juta-jutaan, kecuali nanti dapet sponsor mungkin biayanya ga terlalu gede. Ayah punya duit segitu ga ya Bu?". Duh, pertanyaannya betul-betul membuat hati Ibunya nelangsa. Saya memahami pertanyaannya itu keluar karena di satu sisi itu adalah keinginannya yang telah lama dia pendam tapi di sisi lain dia menyadari bahwa biaya yang segitu besarnya bakalan merepotkan ayahnya.

Kemudian hari-harinya pun selalu di isi dengan harapan, "Mudah-mudahan banyak dapet sponsor ya Bu...jadi biayanya ga gede banget.." Pernah malah saya temukan uang recehan yang berceceran dimeja belajarnya. Waktu saya tanyakan, "Mas..dimeja belajar itu duit siapa..?", dengan semangat dia katakan, "Itu sisa duit jajan Mas Bu...Mau mas celengin buat nambah-nambahin ongkos ke Batam". Hhhaahh.... lumayan terperangah dan batin ini bercampur baur antara haru dan lucu.

Dan sempat menjadi pertanyaan dan pergolakan batin di hati, kenapa sih ya yang mengikuti event-event perlombaan yang membawa nama negara kok tidak di tanggung pemerintah. Kasihan juga kan gurunya berusaha cari sponsor sana sini untuk meminimalkan biaya yang ditanggung murid-murid. Ya kalo yang orang tuanya banyak duit mungkin ga masalah. Lha ketemunya dengan yang seperti kami, orang tua yang masih banyak kebutuhannya dan masih kerapkali berupaya mendahulukan mana kebutuhan yang penting.

Maka untuk mewujudkan keinginan si Mas itu adalah hal yang teramat berat. Terus terang, maklum namanya juga ibu-ibu, jelas ada rasa tidak tega jika anaknya harus kecewa, apalagi keinginannya itu sangat-sangat positifnya. Tapi di belahan yang lainnya saya harus bisa semampunya untuk memberikan pengertian pada si Mas untuk berbesar jiwa dan berlapang dada jika keinginannya itu adalah sesuatu yang berat untuk dipenuhi.

Maka ketika Ba'da maghrib disaat kami biasanya berkumpul, sering saya juga ayahnya menyelipkan kata-kata yang dengan harapan "Semoga dia mengerti". Pernah saya katakan, "Mas kirain kegiatan Pramukanya tuh enggak segitu gede biayanya, dan Ibu kira juga yang ikut itu yang emang anak-anak yang terpilih dan nantinya dibiayai sekolah terus orang tua paling-paling kasih bekal ke anaknya secukupnya. Kalau ikut lomba harus nyediain biaya segitu gedenya berarti yang bisa berangkat ya anak-anak yang bisa ngandalin duit orang tuanya, bukan karena kepinteran atau keterampilannya. Nanti cerita-cerita yang mereka bawa dari kegiatan tersebut juga hanya akan lewat begitu saja, enggak akan semanis jika kita keluar negeri itu karena usaha kita sendiri. Contohnya, karena pinter nih sekolahnya, eh dapet beasiswa sekolah keluar negeri, gitu lo.. Nah, itu baru hebat. Mas juga besok-besok bisa cerita keteman-teman saudara atau bahkan Mas besok cerita ke anak-anaknya Mas dengan rasa bangga dan bahagia yang beda, karena pake perjuangan dan usaha Mas sendiri".

Terakhir saya mengikuti rapat Wali murid tentang hal itu. Rupanya di akhir tahun tidak banyak perusahaan yang mau memberikan sponsor dengan alasan mau tutup buku atau alasan lainnya, sehingga diputuskan bahwa biaya murni di tanggung wali murid masing-masing anak. Rata-rata dari ibu-ibu yang saya tanya anaknya mau ikut kegiatan tersebut semua jawabannya sama, "Iya, ga tega lihat anak yang ribut aja mau ikut. Masalah biaya demi anak mah diusahain lah".

Sempat salah seorang gurunya berkata kepada saya, "Aufa teh aktif banget di Pramuka mudah-mudahan dia bisa ikut jambore tingkat dunia ya. Besok ke Batam ini Aufa ikut kan Bu...?". Sambil menghela nafas dalam-dalam saya jawab, " Hhhhh.... saya mau tarik nafas dulu Bu... Kalo melihat rincian biayanya, punteun, saya belum bisa mastiin Bu...". Bu guru pembina Pramuka sekaligus guru agama itu tersenyum dengan jawaban saya.

Pulang dari rapat wali murid itu saya sudah dihadang Mas dengan pertanyaannya, "Gimana Bu, ada sponsor enggak? Biayanya berkurang enggak..?". "Enggak tuh Mas, kayaknya sih tetep bayar penuh seperti yang tertera di selebaran rincian biaya itu lho...". "Oh, ya udah.. Mas enggak usah ikut ajalah Bu..", dengan enteng dan santainya dia menjawab seolah langsung bisa terhapus semua angan-angan dari memorinya, atau apakah dia telah sedemikian pandai menyimpan kekecewaan dihadapan ibunya?
Entahlah, saya hanya bisa bernafas lega dan bersyukur tak hentinya kehadirat Ilahi Robbi. Saya katakan padanya, "Alhamdulillaah... rasanya ga usah nunggu Mas Aufa jadi sarjana deh untuk buat ibu bangga. Mas bisa ngerti dan nerima seperti ini sudah membuat ibu banggaa.. banget sama Mas..."

Itu adalah kata yang terucap, sementara dilubuk yang terdalam dengan berusaha menata hati yang bergolak ada terselip doa penghibur, "Tenang Nak, keinginannmu yang belum tercapai kali ini bukanlah suatu kegagalan bagimu, bukan pula karena Allah tidak mengabulkan permohonanmu. Tapi anggap itu sebagai kesuksesanmu yang tertunda untuk selanjutnya akan Allah berikan pada waktu yang tepat. Cerita cita yang tak sampai, bahkan mungkin sempat menimbulkan kekecewaanmu, adalah puzzle kehidupanmu untuk besok kau sempurnakan dengan menemukan potongan-potongan puzzle lainnya yang masih terserak di sepanjang perjalanan kehidupanmu berikutnya. Disertai doa ibu dan ayah selalu, juga semoga tak luput sedikitpun jua dari ridhaNya, Amin..."

24 Februari 2010

Pernahkah Rasulullah hidup miskin ?


Hidup miskin justru merupakan pilihan Rasulullah SAW. Doa beliau yang terkenal: "Allahumma ahyini miskiinan wa amitnii miskiinan wakhsyurnii fii zumratil masaakiin." (Ya Allah ya Tuhanku, berilah aku kehidupan miskin dan mati dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku dengan golongan orang-orang miskin."

Beliau bisa memilih miskin karena beliau memang dalam posisi bisa memilih: beliau pernah dan kuat kaya; juga pernah dan kuat miskin.

Bayangkan, beliau wafat tidak meninggalkan apa-apa, bahkan masih punya barang yang digadaikan dan belum tertebus di orang Yahudi.

Karena hidup miskin merupakan 'pilihan', jadi beliau tidak pernah menganggap kemiskinan merupakan kesulitan. Tidak makan sehari-dua hari sudah merupakan hal biasa bagi beliau.

Wallahuy a'lam.

sumber: GusMus.net

23 Februari 2010

Ketika Roda (rumah) Sakit...


Alhamdulillah, pagi Senin mendung tapi tak berhujan menggelayut di atas kota Bandung setelah kemarin seharian diguyur hujan dan cuaca yang ekstrim. Berita-berita yang ditayangkan di berbagai media tentang hujan es plus banjir membuat para sanak saudara menelepon menanyakan bagaimana kondisi kami.

Semua memang sudah mempunyai jatah cerita dan rizki masing-masing. Di saat tetangga kampung sebelah perumahan kami kebanjiran karena tanggul sungai yang jebol sampai membuat akses jalan menuju kantor suami ditutup, tidak banyak yang bisa kami bantu atau lakukan untuk mereka. Hanya Alhamdulillah, DKM masjid di perumahan telah sigap menyalurkan bantuan ala kadarnya.

Jika membayangkan tetangga yang kebanjiran bahkan ada sebagian yang mengungsi dan semua itu terjadi tak jauh dari lingkungan perumahan yang kami huni, maka di keadaan yang berbeda rasanya sudah sepantasnya kalau dalam kondisi badan saya yang belum seratus persen fit ini, saya tetap harus bersyukur. Ya bersyukur, karena kami tidak kebanjiran dan yang paling utama untuk lebih menghargai betapa mahalnya dan luar biasa nikmat rizkiNya yang tidak bisa dibeli adalah yaitu kesehatan.

Mulai pagi tadi, setelah pada berakhir mingguan, teman dan tetangga mulai menelepon menengok menanyakan bagaimana kesehatan saya. Perhatian dan doa dari mereka adalah penyemangat saya untuk cepat pulih dan sehat walau dimulai dengan hanya sarapan mie instan panas, yang dalam bayangan sebelum makan, hhhmmm nikmatnyaaa... eh, tapi taunya di lidah ini masih terasa hambar.

Kalaulah boleh mengingat, Kamis pagi lalu saat makan bareng tetangga yang masak sayur genjer plus oncom dengan cabe gendotnya (ini cabe cuma ada di Bandung kayaknya) yang gede dan pedesnyaa.. minta ampun, cumi asin goreng, tambah tahu goreng, trus saya yang kebagian nyambel terasi, Subhaanallaah... betul-betul nikmat. Ya, itu nikmatnya makan yang saya rasakan sementara waktu itu, untuk selanjutnya mulai siang sampai sorenya saya tak ada selera makan. Hingga keterusanlah sampai hari jumat saya harus menyerah dan dibawa suami periksa ke dokter ( Ssssttt...kalau urusan ke dokter saya paling malas orangnya. Biasanya begitu ada rasa tidak enak badan sebisa mungkin saya ikhtiar sendiri. O ya, saya tidak bisa minum sembarang obat karena ada alergi terhadap obat-obatan analgetik tertentu. Maka paling saya cuma bisa minum vitamin C dosis tinggi, minum madu atau makan bakso yang puanass.. dan puedess.. ditambah irisan bawang merah mentah yang banyak, resep manjur almarhumah ibu mertua. Dan dari pengalaman yang sudah-sudah, plus doa tentunya serta semangat sembuh yang kuat, Alhamdulillah tanpa perlu ke dokter saya akan pulih kembali).

Tapi untuk Jumat kemarin cerita menjadi lain. Karena jangankan untuk makan bakso yang panas dan pedes dengan tambahan irisan bawang merahnya itu, untuk bangun dari tempat tidur aja saya sudah tidak kuat, pusing berat dan saya memang merasa saatnya saya butuh bantuan dokter. Ada juga sih teman yang berpendapat kita jangan mendewakan dokter. Karena tanpa terasa itu sudah bisa menjadi syirik, ketika mengannggap kesembuhan datangnya dari si dokter A atau B dan bukan dari Allah. Saya memaklumi dan paham akan pendapatnya, karena saya juga bukan tipe yang panikan kalau sakit dan gampang untuk berobat ke dokter, termasuk jika anak-anak yang sakit. Selama tiga hari biasanya saya akan ikhtiar memberi obat sendiri tapi kalau tidak ada perubahan saya sih harus segera mengajak mereka periksa. Intinya setelah tiga hari sakit masih berlanjut kita akan menghubungi dokter terdekat (sesuai anjuran iklanlaaahh, hehe...). Doa tetap jalan berharap kesembuhan dariNya tapi ikhtiar juga harus tetap jalan. Dokter adalah salah satu sebagai wasilah perantara menuju kesembuhan sementara kesembuhan itu sendiri adalah tetap hakNya Allah semata.

Entahlah karena cuaca sekarang yang memang tidak begitu bersahabat sebentar panas tapi bisa jadi tiba-tiba langsung hujan yang deras, atau memang daya tahan tubuh betul-betul menurun membuat virus mudah menyerang, Wallaahu a'lam, memang sudah jatahnya saya untuk sakit infeksi saluran pernapasan atas. Semua harus tetap dinikmati.

Si genduk Wawa dengan penuh perhatiannya sambil memijiti kepala saya kemarin bertanya " Bu..katanya kalo kita sakit nanti dosanya kita dihapuskan ya..? Itu katanya siapa siih..?". Sambil menahan sedikit geli saya jelaskan bahwa itu adalah perkataan Rosulullah SAW sebagaimana didalam hadistnya, "Tiada seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa" (HR. Bukhari).

Dengan sakit ini, saya tahu kasih sayangnya Allah yang tak terlampaui untuk saya puji dan syukuri, dan semoga kesembuhan ia hadiahkan pada saya. Karena menurut teman dekat yang ketika ngerti saya sakit langsung berkomentar," Aduh, kalo rodanya (rumah) yang sakit gitu gimana mau jalan tuuh ..". Teganya dia nyamain saya sama roda tapi mungkin betul juga istilahnya ya, roda harus segera diperbaiki, tapi yang pasti bukan diganti tooh..? Gawat dong kalau diganti !! Piss, canda dikit hehe...
Ya, perputaran kegiatan rumah tangga harus segera berjalan normal. Kasihan anak-anak, kasihan ayahnya anak-anak...

"Allaahummasyfii anta syaafin laa syifaa-a illa syifaa-uka syifaa-an laa yughodiru saqoman"


Bandung, Pebruari 22 2010

28 Januari 2010

Anak-anak nulis resolusi 2010 mereka....


Moga belum basi ya..

Ini adalah keinginan anak-anak yang mereka tulis di akhir-akhir bulan Desember sebagai resolusi mereka di tahun 2010.

Dari si sulung, Mas Aufa. (kelas 7 SMPN 14 Bandung), nulis gini :

Cita-cita 2010

1.Ingin beli kartu Yu-Gi-Oh yang harganya Rp 60.000 biar koleksinya jadi banyak dan bagus-bagus;
2.Ingin ranking tiga besar di semester 1 dan 2 karena mau ngebanggain ortu dan jadi anak pinter;
3.Ingin enggak terpengaruh teman ngerokok karena mau sehat dan enggak gampang sakit;
4.Sholat lima waktunya tepat waktu karena mau dapet pahala, ngebanggain ortu dan masuk surga;
5. Hapal quran 2 juz karena pingin hapal Al-quran;
6.Tahun baru di singapura karena bisa melihat kembang api yang gede ;
....(hah..?!)
7.Ikut lomba pramuka karena pingin mengharumkan SMP 14 di ajang Pramuka


Terus yang ini si Mbak, Wawa ( kelas 4 SDI Asy-Syifaa 2 Bandung ), nulis gini :

Keinginan Wawa

1. Aku mau menghapal Juz Amma;
2. Aku pingin mainan Barbie;
3. Aku mau les piano;
4 .Aku mau mempunyai semua yang aku inginkan;
....( ibunya bingung mode:on..)
5. Aku mau ibu tidak marah satu hari saja;....( duuh..mbak wawa buka kartu neeh .hehe..)
6. Aku mau ngasih hadiah diulang tahun adek yaya;
7. Aku mau mempunyai HP;
8. Aku mau Mas nggak usil;
9. Aku mau nilai ulangannya besar diatas 70;


Alhamdulillah diluar dugaan.. apa yang mereka tulis begitu polos dan sederhana tapi ada juga beberapa yang bikin saya melongo tidak percaya. Bahkan beberapa poin dari keinginan mereka itu telah ada cerita tersendiri. Nanti saya sambung di tulisan berikutnya....

15 Januari 2010

Tips dan Trik Berkunjung ke Monas



Berikut ini adalah tips dan trik sederhana berkunjung ke Monumen Nasional (Monas) dengan nyaman hasil pengalaman singkat sewaktu mampir sebentar di sana akhir pekan yang lalu :

1. Bila menyetir mobil sendiri, pastikan telah mengetahui rute ke arah sana. Cari rute yang paling mudah dihafal dan pilihlah jalur terpendek dari jalan tol dalam kota, misalnya, setahu aku, dari Semanggi melalui Jl. Sudirman - Thamrin. Kalo ada yang mengantar atau ikut rombongan ya itu yang paling enak, tinggal duduk. Kalau mau naik angkutan umum ada jalur busway (lupa koridornya, yang busnya warnanya abu-abu kayaknya, bener ngga?) yang haltenya ada dekat dengan pintu masuk areal parkir.

2. Yang paling utama mungkin adalah pemilihan waktu berkunjung. Jangan berkunjung di masa liburan sekolah karena tempat ini menjadi pusat kunjungan para rombongan darmawisata, katanya mencapai 6.000 pengunjung.

3. Berkunjunglah mulai pagi hari, karena setiap hari jam 8 pagi Monas telah dibuka hingga jam 5 sore kecuali hari Senin minggu ke berapa gitu..(lupa). Apalagi jika berniat naik ke menaranya setinggi 115 meter itu ya paling tepat pagi-pagi sekali sebelum antriannya mengular. Ketika kita datang jam 11 siang, antrian pengunjung di depan lift yang akan naik sudah mengular kira2 50 meter sehingga akhirnya kita putuskan untuk tidak naik karena diperhitungan antrinya bakal makan waktu 1 jam lebih.

4. Dulu kendaraan kita bisa diparkir hingga persis di bawah tugunya, tapi sekarang kendaraan harus parkir di taman parkir yang berada di Jl. Merdeka Selatan. Jika mungkin carilah tempat parkir di ujung paling barat karena pintu masuk pengunjungnya ada di sana. Ongkos parkir kira-kira Rp. 2000 per jam, dan kalo 'ngasih' juru parkir di dalam seribu aja.

5. Pintu masuk ke dalam Taman Monas ada di ujung taman parkir paling barat. Dari situ kendaraan tidak boleh masuk, hanya pejalan kaki saja. Tetapi di pintu itu tidak dipungut biaya. Kalau hendak berjalan kaki menuju tugu maka bawalah payung dan bekal secukupnya karena harus berjalan kaki sekitar 300 meter-an hingga pintu masuk tugu melalui lorong bawah tanah. Memang di areal sebelah luar banyak pohon2 besar dan rindang, tetapi di seputaran tugu areal terbukanya sangat luas sehingga tidak perlindungan panas maupun hujan. Dan jika tidak ingin berjalan kaki, maka tersedia kendaraan kereta mini dari pintu masuk areal parkir hingga depan pintu masuk tugu, tetapi kalo masa liburan maka antrian kereta itu juga bisa sangat panjang. Keunggulan jika kita berjalan kaki adalah bisa mengambil banyak moment untuk berfoto dengan latar belakang tugu monas.

6.Memasuki areal dalam tugu harus melalui lorong bawah tanah yang pintu masuknya di sebelah utara tugu. Lorongnya cukup sempit tapi sejuk karena ada pendinginnya. Di ujung lorong sepanjang kira2 50 meter itu ada loket karcis dengan biaya masuk per orang Rp. 2.500,- dewasa dan Rp. 1.500,- anak-anak, Murah banget ya... makanya itu pengunjungnya pun sepertinya tak pernah sepi.

7. Jika telah memasuki areal kaki tugu, cek apakah antrian menuju atas tugu ramai atau tidak, jika tidak begitu ramai, sebaiknya menuju puncak dulu sebelum antriannya memanjang. Untuk naik ke atas cukup membayar tiket Rp. 2.000 per orang. Sampi diatas manfaatkan waktu yang dibatasi dengan efektif seperti pengambilan foto dan mengamati pemandangan di seputar tugu monas.

8. Obyek-obyek lain menarik di dalam dan di seputar tugu diantaranya adalah relief dari semen yang sangat bagus di seputaran kaki tugu, menggambarkan sejarah bangsa dari masa kerajaan. Kemudian jika masuk ke ruang bawah tanah ada diorama sejarah perjalanan bangsa dari masa pra sejarah hingga masa revolusi tahun 65. Diorama dengan patung2 miniatur dari lilin itu sungguh indah dan menarik, menjadikan membaca sejarah tidak terasa bosan. Mulailah dari sebelah kiri pintu masuk ruang bawah tanah hingga memutar searah jarum jam. Tetapi jika mengelilingi ruang diorama hingga tuntas bisa memakan waktu satu jam lebih karena banyaknya. di tengah ruang diorama ada display foto saat2 tugu monas dibangun dan ada panel display tentang sistem transportasi di Jakarta (menurutku ini agak mengganggu arti dari ruang diorama itu loh..). Terus jika naik dari tengah menuju lantai atas maka kita akan memasuki ruang kemerdekaan. Sebetulnya jika dikelola benar maka di ruang ini kita bisa menghayati kebesaran akan kemerdekaan negeri ini karena di situ kita disuguhkan ruangan yang cukup representative untuk merenungi sembari menyaksikan naskah teks proklamasi dan suara bung karno membaca teks proklamasi itu dari balik pintu kuningan berlapis emas murni yang terbuka dengan perlahan. Menurut si penjaga, pertunjukan pembacaan teks proklamasi dilakukan setiap 2 jam sekali.


9. Tak perlu membawa bekal makanan/minuman berlebihan. Di loket karcis setelah lorong bawah tanah ada kantin dengan harga makanan/minuman yang masih wajar. Yang penting adalah payung.


10. Jika hendak membeli souvenir seperti gantungan kunci monas dll. tawarlah hingga memperoleh harga yang cukup rendah karena rata-rata barang itu berkualitas rendah, mudah patah dan copot.

11. Jangan pernah lupa untuk mempersiapkan kamera sebaik-baiknya karena banyak moment dan latar belakang pengambilan foto yang bagus.

Oke itulah tips dan triknya. Ada yang mau nambahin? Selamat berkunjung..!

04 Januari 2010

Wisata Belanja Rakyat di Pasar Pagi Perluasan Arcamanik Bandung


Sejak tinggal di kawasan Arcamanik Bandung, keluarga kita memiliki ritual khusus di akhir pekan, yaitu menikmati wisata belanja rakyat di pasar pagi Perluasan Arcamanik. Kalau memang tidak sedang berada di luar kota, hampir setiap hari Minggu kita mengunjunginya, sampai-sampai beranggapan hari Minggu tidak terasa sebagai hari Minggu kalau tidak ke Pasar Pagi Perluasan.
Disebut Pasar Pagi Perluasan karena pasar itu hanya berlangsung di pagi hari setiap hari Minggu dari setelah subuh sampai menjelang sekitar jam 11 siang. Lokasinya berada di Jalan Terusan Arcamanik Endah Kawasan Perumahan Arcamanik yang dulunya memang merupakan lokasi perluasan perumahan itu, sehingga sekarang dikenal sebagai daerah Perluasan.
Wisata belanja rakyat? Ya, karena di sepanjang kiri kana dan tengah jalan Perluasan yang panjangnya sekitar 250 meter, dipenuhi oleh ratusan pedagang rakyat, kalau tidak bisa disebut pedagang kaki lima. Tidak banyak pedagang yang menggelar dagangannya dengan penampilan perlente atau terkesan mewah, tetapi kebanyakan digelar apa adanya. Dan para pengunjungnya? Tentu saja sebagian besar dari kalangan "rakyat" juga yang penampilannya rata-rata juga apa adanya. Mereka berasal dari penduduk di sekitar kawasan Perluasan, baik perkampungan rakyat hingga para penghuni komplek perumahan. Makanya tidak perlu khawatir akan penampilan jika berbelanja di sini karena akan ada banyak orang yang belum mandi (termasuk kita, hehe...), habis berolahraga, baru bangun tidur, dan sebagainya. Rasanya malah rugi kalau kita harus berdandan dulu jika mau ke sini, karena yg berbelanja di sini jumlahnya hingga ribuan orang, ramai sekali.

Akan tetapi meskipun begitu banyak pengunjung yang berbelanja dan penuhnya lapak-lapak pedagang, tidak mengurangi kenyamanan berbelanja di sini. Karena lokasinya adalah jalan raya yang sangat lebar (kira-kira 20 meter lebarnya) dengan panjang sekitar seperempat kilometer, maka pedagang2 diatur lapaknya di tepi kiri kanan dan di sebagian tengah jalan. Tidak terjadi kesesakan di dalamnya, dan kita leluasa mampir ke setiap lapak pedagang. Soal keamanan? sampai dengan saat ini tidak pernah terdengar kasus kriminalitas di sini. Kendaraan juga terparkir dengan rapi dan aman. Padahal tidak terlihat satupun personel dari kepolisian yang berseragam, hanya para petugas keamanan setempat.

Apa saja yang dijajakan? Kami malah bingung kalo disuruh mencarai barang yang tak dijual di situ. Dari paku sekrup hingga kendaraan beroda dua, dari sayuran mentah hingga aneka hidangan kuliner, dari amplop untuk datang ke resepsi hingga novel Andrea Hirata, dari boneka wayang ceot hingga boneka barbie, dari kain gordyn hingga bedcover dan furniture, sandal segala macam baju, tas, kaset dan lain-lain. Kadang malah ada senam aerobik pagi bersama dan atraksi kebolehan mengendarai motor.

Soal harga, kembali ke definisi Belanja Rakyat tadi, tentu saja berharga rakyat alias sangat terjangkau. Namun untuk barang2 tertentu ya jangan mengharapkan kualitas lebih dengan harga segitu. Tetapi kalau kita jeli kita bisa dapat barang bagus dengan harga miring. Sama-sama bawa duit seratus ribu, berbelanja di mall cuma dapat satu dua barang, di sini bisa dapat lima sampai sepuluh barang.

Kembali ke ritual kita, berbelanja di sini polanya kita sudah baku namun sekali-sekali malakukan variasi. Biasanya akan diawali dengan melihat-lihat pakaian murah, sandal murah, lalu jeda sarapan pagi lontong kari ayam langganan yang paling enak berdasarkan hasil survei. Kemudian dilanjutkan dengan melihat kaset-kaset jadul, buku-buku, alat-alat dapur hingga sampai di ujung pasar dengan membeli es krim durian. Lalu di arah sebaliknya mulai melirik alat-alat tukang, dan yang wajib adalah membeli kerupuk dorokdog atau kerupuk kulit sapi yang telah matang. Meski dulu ada kabar bahwa kulitnya adalah kulit sisa pemuatan sepatu, tetapi tetap tidak membatalkan kewajiban membelinya. Lalu ada tahu sumedang buat oleh-oleh para pak satpam penjaga komplek kita, ada tempe yg berbungkus daun, terakhir cireng utnuk oleh-oleh yang di rumah. Variasinya? ya jangan ditanya lagi ragamnya.

Pokoknya mengasyikkan sekali bisa berbaur dengan begitu banyak saudara se-rakyat dalam suasana nyaman, hangat dan ceria. Dan suasana itu tak kan ditemui jika kita berwisata belanja di mall yang menurut kita penuh keangkuhan, kepalsuan dan jauh dari kehangatan. Tertarik datang ke sana? Bagi yang belum pernah bisa mengunjunginya di pagi hari Minggu dengan rute melalui Jl Golf Barat dari arah Jl Terusan Jakarta, atau Jl. Arcamanik Endah yang datang dari arah utara dan timur. Dari selatan bisa melalui jalan sepanjang tepi kanal Sungai Cipamokolan ke arah komplej perumahan The Dimension. Sekali lagi tak perlu resah dengan penampilan anda karena itu tidak akan diperlukan di sana.

Oke, selamat berwisata belanja rakyat....

"Sakti"nya PKL di Alun-alun Bandung.....



Saat mampir ke kawasan alun-alun Bandung di hari terakhir tahun 2009 lalu, kondisi kumuh di sana masih sama saja, dipenuhi PKL dan sampah, bahkan cenderung bertambah parah. Padahal ratusan kali telah aku baca keluhan dan usulan melalui surat pembaca di berbagai media tentang penataan kawasan yang seharusnya bersih, tertib dan rapi mengingat kesuciannya sebagai bagian dari bangunan Mesjid Raya Bandung.

Tetapi dalam pengamatan aku saat kunjungan kali ini kutemukan hal baru, bahwa ternyata para PKL di alun-alun bandung seperti memiliki "kesaktian-kesaktian". Pertama, aku lihat jalan masuk ke alun-alun telah didesain dengan pembatas besi agar tidak dapat dimasuki gerobak atau pikulan para pedagang, tetapi nyatanya bahkan gerobak dorong berukuran besarpun bisa menggelar dagangannya dengan utuh. Jadi lewat dari mana gerobak-gerobak itu?

Yang kedua, aku lihat banyak petugas Satpol PP yang hilir mudik seperti berpatroli bahkan di sisi selatan alun-alun terparkir beberapa mobil patroli Satpol PP dengan gagahnya. Tetapi para PKL itu seperti punya ajian kasat mata sehingga tak terlihat oleh para Petugas Satpol PP, karena mereka tak terusik sedikitpun dan tetap tenang berjualan. Aku tidak tahu apakah memang seperti itu atau diantara mereka sudah ada "kesepakatan".

Dan yang utama adalah para PKL itu seperti lebih hebat dari Allah SWT karena mengganggu kesucian rumahNya dengan terang-terangan. Bahkan mereka juga tak menggubris panggilan Allah untuk sholat melalui adzan yang dikumandangkan, sedangkan sesungguhnya rejeki mereka semata-mata hanyalah pemberian dari Allah semata.

Tapi apa hendak dikata, kita pun para pengunjung yang membeli dagangan mereka menyebabkan mereka lebih suka mengambil pilihan berdagang di situ.

Kalau alun-alun sebagai halaman Masjid Raya Bandung masih terganggu kesuciannya oleh PKL dan sampah bahkan para PSK di malam hari, maka itu semua karena "kesaktian" para PKL itu dan kelemahan pemerintah dan kelalaian kita sebagai pengunjung yang masih saja membeli dagangannya. Oleh karena itu jangan heran kalau kita semua jauh dari keberkahan Allah.

Jadi?

03 Januari 2010

Oleh-oleh dari Jalan-jalan ke Ciwidey Bandung

Sabtu, 2 Januari 2010, kukira kawasan wisata Ciwidey Kab Bandung sudah tak terlalu ramai dibandingkan sehari sebelumnya, hari libur taghun baru.

But, I was wrong... Kulihat begitu sesaknya kawasan itu, terlihat dari panjangnya antrian baik yg mau datang, maupun yang mau pulang. Bahkan pengalaman kita, perginya kita hanya butuh waktu satu jam untuk sampai dari Bandung. Tetapi pulangnya ternyata kita harus menikmati perjalanan selama tiga setengah jam, karena saking banyaknya kendaraan.

Tp untungnya kita telah antisipasi dan mempersiapkan diri dg lebih matang.

Nah, Kalo boleh berbagi, berikut ini tips dan trik bagi yang pingin jalan2 ke kawasan Ciwidey Bandung, terutama di musim liburan atau long weekend...


satu,
pelajari lebih dulu rute yang akan ditempuh dan obyek wisata yg akan dikunjungi. Ada beberapa obyek wisata di Ciwidey yang utama yaitu Kawah Putih, Danau Situ Patenggang dan Pemandian air panas Cimanggu atau Ciwalini. rute perjalanan dan letak obyeknya bisa dilihat dengan jelas di foto satelit yang beresolusi tinggi di www.wikimapia.org dengan memperbesar area dimaksud. di situ sdh terlihat jelas dan telah banyak ditandai oleh banyak pengguna bbrp tmpt2 penting dan landmark-landmark tertentu.


dua,
tentukan urut2an obyek wisata yg akan dikunjungi. Jika musim liburan/long weekend aku sarankan ke Kawah Putih dulu lalu ke Situ Patenggang, sisanya terserah, mau mampir bumi perkemahan rancaupas ato mandi air hangat ke Ciwalini atau cimanggu silakan. Kawah Putih didahulukan karena dia obyek pertama yg terlewat dan kayaknya sasaran pertama bagi pengunjung, sehingga kalo tidak pertama kali kuatir tidak kebagian tempat nantinya. Dan dari pengalaman ternyata memang obyek ini paling padat pengunjungnya sedangkan situ patenggang relatif lebih longgar..


tiga, penting nih...

Jika berkunjung pada musim liburan/long weekend dan tidak berniat bermalam, datanglah sepagi mungkin. Usahakan paling lambat jam 7 pagi kita sudah sampe ke Ciwidey. Lalu naik ke Kawah Putih, baru urutan obyek berikutnya. Pengalaman kita kemarin itu, kita sampai ke Ciwidey jam 8 pagi dan ternyata ketika hendak memasuki Kawah Putih, antrean panjang sudah dimulai 500 m sebelum gerbang karcisnya. Dan ketika kita turun dari Kawah Putih sekitar jam 11 pagi, pintu gerbang telah ditutup atau mungkin diatur dg sistem buka tutup, karena pengunjung sudah terlampau banyak. Ketika kita turun siang harinya ke Ciwidey, pintu gerbang Kawah Putih benar2 ditutup dan antrean dari arah Ciwidey jgn ditanya deh panjangnya....

empat,
persiapkan mobil/kendaraan pribadi jika membawa sendiri sebaik mungkin. kalo mobilnya tidak bisa dipercaya mampu naik tanjakan tajam dan panjang mending gak usah dibawa deh, rental mobil yang keluaran baru aja. Kondisi jalan mulai dari ciwidey membutuhkan mobil yang powerful dan sopir yang trampil, karena banyak tanjakan yang tajam, panjang dan menikung. Apalagi jika kita bermaksud membawa kendaraan sendiri sampai ke pinggir Kawah Putih (jarak dari gerbang ke kawah sekitar 4 km). Maka benar2 harus mateng deh atao lebih baik parkir di gerbang lalu naik ke kawah dengan naik mobil taksi omprengan khusus dr pintu gerbang. Pengalamanku bahkan mobil sebagus Innova, mungkin krn supirnya ga trampil, ternyata tak kuat menanjak. Bahkan bbrp kali melihat mobil2 'tua' yg akhirnya mogok. Sementara kondisi jalan ke situ patenggang dari Kawah Putih relatif tidak begitu tajam tanjakannya.

lima,
bekal makanan bawalah dengan cukup dan rencanakan urut2annya, misalnya snack lalu makan besar.
Di kawasan obyek wisata, sepet diwilayah lain, harga makanan dan minuman cukup mahal. Tak mengapa membawa bawaan yg banyak meski repot daripada bete kehilangan uang utk membayar makanan dg harga yg gak logis. Jika berniat makan siang, misalnya, bawa saja nasi dan lauk serta sayur sesuai kebutuhan/keinginan.Lebih murah dan pasti lebih sehat.


enam,

Jika berkunjung pada saat long weekend dan datang kesiangan, jika berniat mengunjungi kawah putih tetapi terlalu siang sampai ke lokasi dan melihat antrian kendaraan yang naik ke kawah telah berstatus buka tutup bahkan stop, jangan ragu2 utk memarkir kendaraan di sekitar pintu gerbang lalu naik dengan menggunakan jasa angkutan khusus yang ada. Ini lebih baik daripada kita terjebak dalam antrian panjang di arah jalan menuju puncak yg sempit, berliku2 dan naik tajam sekali. Pengalaman kita, banyak mobil akhirnya parkir di tepi jalan yg lebarnya hanya kurang dari dua jalur lalu orang2nya berjalan kaki, padahal antrian mobilnya bisa sampai 1-2 km. Cape kan harus jalan mendaki, belum nanti kerepotan memutar mobilnya dan was-was meninggalkan mobilnya terlalu jauh....

tujuh,

Memang kawah putih kalo pagi masih tertutup kabut atau awan, jarak pandangnya hanya sekitar 10-20 m. Tapi jika dinikmati justru di situlah letak eksotisnya, ketika kita menjumpai cekungan raksasa berair biru berpasir putih tetapi dengan ujung yg tak terlihat seperti di negeri antah berantah. Malah keponakan ketika sampai bertanya, "ini pantai mana sih...?", karena hanya melihat tepian pasirnya saja dan tak bisa melihat ada apa di tepi seberang sana. Lalu berdiamlah sejenak sampai menjelang siang, katika kabut perlahan menghilang dan akhirnya kita bisa melihat ujung tepian yang membuat kita penasaran itu. Jadi tak perlu khawatir dengan kabut, karen di gunung kabut bisa datang dan pergi dengan cepatnya.

delapan,

Situ Patenggang sangat cocok untuk berhenti makan siang dengan menggelar tikar bahkan untuk berkemah juga. Karenanya usahakan waktu makan siang sudah berada di sana, menikmati danau yg so beautiful sambil makan siang dari bekal yg kita bawa. Karena itu jika punya tenda praktis, bawalah, dan tentu saja tikar secukupnya. Oya, jgn lupa bawa payung yg gede2 karena panasnya kadang cukup menyengat juga jaga2 kalo hujan. Jika kita berombongan banyak ato kalo kita banyak duit, bolehlah mencarter perahu utk kelling danau karena harga carter sangat mahal sampai Rp.250 ribu!! Cari parkir yang agak menjauh dr keramaian ke arah jalan keluar. di sana tempat menggelar tikarnya kebih enak dan tidak terlalu ramai pengunjung.

Sembilan,

Jika berniat berendam air panas, lebih baik ke pemandian Ciwalini yang lebih bersih dan pemandangannya indah daripada Cimanggu. Tetapi kalo pas long weekend ato musim liburan ya sama aja kayak cendol gitu. Kalo kita sih ogah, lain kali ajah...


Sepuluh,

Keindahan alam di ciwidey memang luar biasa, karenanya jangan lupa bawa kamera, isi penuh baterinya, dan kosongkan storage room nya biar bisa foto banyak2. Tidak seperti kita lupa bawa kamera sehingga foto2nya cmn pake kamera hape...huh... Untuk yg mau foto pre wedding ya memang tepat lah pilihan ke sana.


Sebelas,

untuk mensyukuri keindahan alam karunia Allah SWT yang menakjubkan itu, maka ikutlah menjaga kelestarian dan keindahannya, karena itu juga bisa menjadi amal sholeh yang berpahala besar bagi kita sendiri, yaitu dengan cara yang mudah kok, TIDAK MEMBUANG/MENINGGALKAN SAMPAH BARANG SEDIKITPUN....!!