09 Juni 2009

Sepenggal Catatan Hati Menengok Ibu Mertua....

Ada suatu hikmah yang begitu besar menengok Ibu mertua yang sakit. Memang sakitnya Ibu kali ini lebih memprihatinkan dari yang pernah dialaminya.

Kaget dan haru, itu yang menyelusup di kalbu saat kami menjumpai beliau kemarin. Ketika terakhir kami pulang liburan sekolah anak-anak kemaren, Ibu masih ceria dan tidak bisa berdiam diri. Ada… saja yang dilakukannya. Pokoknya selalu sibuk jika anak cucunya berkumpul. Kini untuk berjalan saja susah, karena kondisi kesehatannya yang betul-betul menurun. Sama sekali kami tidak pernah menyangka.

Bagi saya, ada kekaguman yang luar biasa terhadap beliau. Waktu semasa tugas belajar suami ke kota Yogyakarta yang pertama sebelas tahun yang lalu, saya dan si sulung yang masih berusia satu tahun harus pindah dari kota kelahiran saya, Palembang, untuk tinggal bersama Ibu dan Bapak mertua di kampung halaman suami di kota Wonosobo, Jawa Tengah. Tadinya sempat ada kekhawatiran harus tinggal bersama mertua dan berpisah dari suami yang hanya bisa pulang tiap akhir pekan dari kota tempat dia bersekolah. Sudah ada banyak cerita yang tidak mengenakkan yang saya dengar tentang hidup campur dengan mertua. Dan yang paling berat bagi saya waktu itu juga adalah harus berpisah jauhnya saya dari Ibunda saya tercinta.

Tapi Alhamdulillah seiring niat saya yang ikhlas untuk berbakti kepada suami dan orang tua, kegelisahan dan kekhawatiran itu sirna begitu saja. Apalagi hari-hari saya lewati dengan mengasuh si sulung. Sedangkan saat itu bapak dan Ibu mertua masih mempunyai berbagai kesibukan diluar rumah. Ibu mertua waktu itu masih berstatus kepala sekolah sekaligus guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang sangat sederhana.

Disinilah letak kekaguman saya. Walau beliau masih aktif mengajar juga sebagai kepala sekolah di usia yang hampir memasuki masa pensiun, beliau tetap energik. Tidak mau berdiam diri kalau sudah di rumah. Pagi hari beliau sudah sibuk menyiapkan masakan untuk sarapan. Nanti setelah pulang mengajar ada banyak belanjaan yang dibawa, padahal seringkali belanjaan yang beliau beli itu hanya karena rasa kasihan dengan penjualnya yang ketika beliau berangkat hingga pulang mengajar dagangannya belum banyak yang laku karena kebetulan madrasah tempat beliau mengajar dekat dengan pasar.
Sampai-sampai terakhir kemarin ketika saya menemani beliau belanja kepasar, masih banyak dari penjual-penjual sayur yang menyapa beliau karena lama tidak bertemu.
Pulang dari sekolahpun beliau masih menyempatkan diri mengolah masakan atau membuat kue-kue cemilan. Belum lagi banyaknya kegiatan organisasi yang beliau pimpin dan ikuti terus.

Jika ada waktunya yang senggang sedikit saja, beliau akan menjahit kain perca untuk dijadikan selimut atau barang-barang lainnya, atau kadang-kadang beliau mengurus tanaman-tanamannya yang memenuhi halaman depan dan belakang rumah. Sepertinya tidak ada kata capek dalam kamus hidup beliau. Terus terang saya jadi malu sendiri jika harus hidup mengeluh, bermalas-malasan dan berdiam diri saja dibandingkan dengan hari-hari beliau yang begitu padat.

Dan rasanya Allah memberikan saya hikmah dan nikmat yang luar biasa di dalam episode kehidupan saya itu. Di sisi lain, ketika banyak perempuan yang seusia saya mungkin masih menempuh pendidikan dengan sekolah yang tinggi untuk mendapat gelar sarjana demi mengejar impian dan cita-cita, saya berproses sebagai ibu muda yang masih harus banyak belajar tentang hidup berumah tangga. Dan Alhamdulillah saya bisa bersekolah kepada Ibu mertua. Ya….sekolah yang tidak ada gelar ataupun ijasah yang bisa didapat. Tapi ilmu yang diperoleh sangat-sangat luar biasa yang mungkin tidak pernah diajarkan di perguruan tinggi manapun. Saya jadi belajar memasak makanan kegemaran suami dan anak-anak. Saya juga bisa memahami pola pendidikan agama yang baik buat anak-anak. Semua itu harus saya akui, sebelumnya hal tersebut tidak begitu saya hiraukan. Duh…sungguh menyesal sekali rasanya. Tapi tidak ada kata untuk terlambat dalam belajar. Dan ternyata banyak bekal ilmu yang saya dapatkan dari sekolah pada Ibu mertua.

Sekarang Ibu mertua sudah sepuh dan sakit. Jika dulu dengan telaten dan penuh cinta beliau merawat putra-putrinya, maka disaat sekarang beliau sakit tidak banyak yang dapat kami perbuat sebagai anaknya. Dan memanglah benar adanya, kasih keibuan beliau yang tidak bertepi tidak bisa tergantikan dengan apapun.

Insya Allah sebagai ganti bakti kami karena tidak bisa merawat beliau sepenuhnya, hanyalah doa demi doa yang bisa kami persembahkan. Semoga Allah segera memberikan beliau kesehatan. Dan apa yang beliau cita-citakan. Yang sekiranya masih berada dalam genggamanNya. Untuk dihantarkan kepada beliau sehingga menjadi nyata. Amiiin Yaa Robbal Aa’lamiin……………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar